Mohon tunggu...
Jo Kelabora
Jo Kelabora Mohon Tunggu... Dosen - Peenulis

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hipertensi Heart Disease pada Lansia

31 Desember 2024   15:25 Diperbarui: 1 Januari 2025   18:11 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kegiatan Posyandu Lansia di EX BK Un Kota Tual

Hipertensi Heart Disease pada Lansia

Oleh Jonathan Kelabora

Lanjut Usia (Lansia) merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Secara global populasi lansia diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Populasi lansia di Indonesia saat ini termasuk dalam 5 besar negara dengan jumlah lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2020, jumlah lansia di Indonesia sekitar 28 juta jiwa. Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi bahwa pada tahun 2045 peningkatan jumlah lansia di Indonesia mencapai 19,90% dari total penduduk Indonesia. Sebaran jumlah lansia berdasarkan provinsi di Indonesia yaitu di Yogyakarta (16,69%) dan yang terendah adalah Papua (5,02%) (Badan Pusat Statistik RI, 2022). Meningkatnya jumlah lansia juga perlu baringi dengan peningkatan status kesehatan lansia termasuk pengendalian penyakit hipertensi. Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. Hipertensi diketahui sebagai penyakit "silent killer" karena hipertensi dapat merusak atau membunuh organ-organ secara progresif dan prematur (Slivnick & Lampert, 2019). Menurut WHO (2013) penyakit hipertensi dengan komplikasi menyebabkan kematian sekitar 9,4 juta tiap tahun di seluruh dunia.

Hipertensi heart disease (HHD) adalah kondisi jantung yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi (hipertensi). Kondisi ini mencakup beberapa masalah kesehatan jantung yang dapat terjadi akibat tekanan darah tinggi berkepanjangan, seperti:

  • Left Ventricular Hypertrophy (LVH): Penebalan dinding ventrikel kiri jantung, yang terjadi karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah melawan tekanan darah yang tinggi.
  • Coronary Artery Disease (CAD): Kerusakan pada arteri koroner akibat tekanan darah tinggi, yang meningkatkan risiko serangan jantung.
  • Heart Failure: Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dengan baik.

Hipertensi heart disease (HHD) juga dapat meningkatkan risiko "stroke". Hipertensi yang tidak terkontrol adalah salah satu faktor risiko utama stroke, dan berikut adalah beberapa mekanisme bagaimana HHD dapat menyebabkan stroke:

  • Kerusakan Pembuluh Darah di Otak: Tekanan darah tinggi dapat merusak dinding pembuluh darah di otak, membuatnya lebih rentan terhadap robekan atau penyumbatan. Hal ini bisa menyebabkan "stroke iskemik" (karena penyumbatan) atau "stroke hemoragik" (karena pecahnya pembuluh darah).
  • Aterosklerosis: Hipertensi mempercepat pembentukan plak di arteri (aterosklerosis), termasuk di arteri yang menyuplai darah ke otak. Jika plak ini pecah atau menyebabkan penyumbatan total, suplai darah ke otak bisa terganggu, memicu stroke.
  • Fibrilasi Atrium (Atrial Fibrillation): Pada pasien dengan hipertensi jangka panjang, kondisi ini bisa menyebabkan gangguan irama jantung seperti "Fibrilasi atrium". Fibrilasi atrium dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah di jantung, yang kemudian bisa bergerak ke otak dan menyebabkan stroke.
  • Perubahan Struktur Jantung: Penebalan otot jantung (akibat hipertensi) dapat mengurangi efisiensi jantung dalam memompa darah, meningkatkan risiko gangguan aliran darah yang bisa berkontribusi pada pembentukan bekuan darah dan stroke.

Mencegah stroke pada pasien dengan HHD memerlukan kontrol tekanan darah yang ketat dan pengelolaan faktor risiko lainnya seperti kolesterol tinggi, diabetes, dan fibrilasi atrium. Untuk memelihara kesehatan tubuh lansia sangat dianjurkan melaksanakan olahraga seperti  berjalan cepat karena jalan cepat berdampak pada penurunan risiko angka kesakitan dan kematian pada pasien hipertensi. Olahraga berjalan cepat sangat membantu dalam pembakaran kalori, pengontrolan berat badan, membuat tubuh menjadi rileks dan merangsang peningkatan senyawa beta endorphin yang sangat berpengaruh dalam penurunan stress.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun