Mohon tunggu...
jonansaleh
jonansaleh Mohon Tunggu... Ilustrator - Hands are the second thought

Tangan adalah pena dari pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cara Kami Menerbitkan Kartini di Hari Bumi

23 April 2024   10:42 Diperbarui: 24 April 2024   11:37 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Selesai upacara para guru berpose


Selamat pagi Ibu Bumi, mohon restu menerangi gelap dengan terang yang kau titip pada Kartini

Mentari di Senin 22 April kau buat begitu merona, indah nan kemilau, berkaca-kaca, berpendar, menyelinap, menembus sekat yang masih gelap sejak terlelap semalaman. Jalanan berbenah sedari subuh membentang, bersiap  dengan jejak-jejak kaki yang akan melangkah. Udara menyatu bersama dahan kayu di sepanjang lorong yang masih hijau. Tanah kami pijak mulai kau hangatkan, memberi kesuburan pada bunga yang akan ditanam pagi ini. Kausingkapkan semua yang biasa bersamamu di pagi kemarin. Selamat pagi Ibu Bumi. Ijinkan kami, buih-buih mu menyapa pada adamu di pagi ini. Cahaya yang kau titip padanya, kini akan kami pijarkan, menjadi terang, menderang, merekah bersama pena yang menyatu pada surat-suratnya. 

  • Ingatan

Sapa. Pagi yang cerah mengantar langkahku tiba di sekolah dengan selamat. Lalu bergegas meletakkan tas pundakku di ruang guru sambil menyapa Pak Bambang yang sudah tiba sedari tadi. Sudah menjadi rutinitas saya bersama Ibu Anna, Pak Mutia dan Bu Florida menyambut anak-anak di depan gerbang masuk setiap Senin. Sesekali bersama kepala sekolah. Menyalami mereka sambil mengucapkan "Selamat Pagi" dengan rekah senyum dari wajah kami. Kami pun melewatkan breafing dan doa bersama, seperti biasanya kami lakukan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Pagi, yang tak biasa. Kami berpakaian ala Betawi. Bapak-bapak berbaju koko dan berpeci, sedang para ibu berkebaya. Pun, anak-anak diwajibkan untuk berbusana yang sama. Seragam putih abu-abu sementara tidak dipakai. 

Minggu kemarin adalah Hari Kartini, peringatan khusus untuk seorang perempuan pejuang emansipasi wanita di Indonesia. Berkatnya perempuan memperoleh hak yang setara dengan laki-laki.Tanpa ada diskriminasi. Merayakannya adalah bagian dari memelihara ingatan akan sejarah perjuangan pahlawan. Jejaknya memberi nilai-nilai historis yang tak ternilai pada Ibu bangsa dan anak-anaknya. 

Dan hari ini, tepat di peringatan Hari Bumi, serangkaian acara disemarakan warga sekolah SMA Fons Vitae 2 Marsudirini merayakan Kartini. Kami menerbitkan cahayanya dengan cara kami. 

Upacara

Pembukaan acara peringatan diawali dengan pengibaran bendera pusaka, merah-putih. Upacara diikuti siswa-siswi kelas X dan XI, beserta para guru dan karyawan. Ibu Diana berlaku sebagai pembina upacara . Dalam amanatnya ia mengingatkan kembali perjuangan dan keutamaan yang dimiliki oleh Kartini di masa penjajahan dan kelamnya perempuan di masa itu. Berharap semua itu juga menjadi kekuatan yang dimiliki oleh perempuan-perempuan masa kini, dengan berani dan gigih mengejar cita-cita setinggi mungkin. Di akhir kata, ia menambahkan agar peserta didik perlu memiliki karakter yang baik, berdisiplin dan tekun belajar sebagai cara yang tepat mempertahankan perjuangan Kartini. 

Dokpri: Upacara dengan busana khas Betawi 
Dokpri: Upacara dengan busana khas Betawi 

Fashion Show, Kuis, Permainan, Puisi, Pencak Silat dan pidato

Selesai upacara, semua warga sekolah berkumpul di lapangan tengah sekolah. Semua duduk bersila menurut kelompok kelasnya masing-masing. Membentuk U dengan menyisakan ruang di tengah-tengahnya. Dua karpet, hijau dan biru dibentang membentuk letter T persis di tengah, ditata dengan rapi. Dipersiapkan khusus sebagai catwalk sederhana dimana para siswa berpasangan berjalan bak model dengan menampilkan busana daerah atau khas profesi tertentu.  

Dua siswa kelas XI dipercayakan menjadi MC, memandu kelancaran acara. Lomba fashion show pun dimulai. Satu-persatu pasangan menunjukkan kebolehan berjalan di catwalk. Sorak sorai pendukung mengiringi lenggak-lenggok para model yang mewakili kelas masing-masing. Iringan back sound menambak riuh dan semangat penonton. Sejumlah 10 pasangan dari 10 kelas berbeda, beradu cantik dan berakting menarik simpati para juri dan penonton. Mereka berusaha memberikan yang terbaik mewakili warga kelasnya. Sebagian besar  pasangan beradu dengan busana khas Betawi,  sebagian berseragam ala tentara dan dokter, dan lainnya memilih mode terkini. Kami bergembira, hanyut terpaku dengan kebolehan para model menampilkan yang terbaik dari mereka. Semua berharap kemenangan. 

Dokpri: Unjuk kebolehan saat fashion show
Dokpri: Unjuk kebolehan saat fashion show

 Yang tahu. Setelah fashion show, saatnya kuis bertema Kartini. Berbagai pertanyaan diajukan oleh kedua MC untuk dijawab oleh penonton. Siapa yang tercepat menunjuk tangan, dia berhak menjawab. Bagi yang menjawab dengan benar dan tepat mendapat souvenir yang sudah dipersiapkan panitia yang berasal dari OSIS sekolah dan MPK. Pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan Kartini coba dijawab penonton dengan antusias. Beberapa merespon dengan sangat tepat, lainnya belum beruntung karena sekedar menebak tanpa pengetahuan yang memadai tentang Kartini. Seperti pertanyaan tentang nama lengkap Kartini, umur saat Kartini wafat atau tentang siapa pencipta lagu Kartini, dan lainnya. 

Uji kekompakan. Meski matahari kian terik, tapi tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap antusias mengikuti acara selanjutnya. Kali ini, perwakilan setiap kelas akan diuji kekompakannya memperagakan gerakan tertentu dari kata-kata yang diucapkan oleh pembawa kuis. Ternyata tidak mudah menerjemahkan kata menjadi gerakan, apalagi ditunjukkan bersamaan oleh peserta. Perwakilan kelas yang tidak kompak otomatis kalah dan tidak berhak mengikuti babak selanjutnya. Kerja sama dan satu pemahaman adalah kunci mereka untuk menang. 

Pembacaan. Kutipan-kutipan yang ditulis oleh Kartini dalam bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang menginspirasi para siswa untuk menciptakan puisi. Dengan gaya dan gerakan yang terlatih, mereka mendeklamasi puisinya masing-masing dihapan penonton. Berbekal pengetahuan yang didapat pada pelajaran bahasa Indonesia, mereka aplikasikan dengan baik ketika berekspresi dengan kata dan sajak puitis yang menghipnotis. Yang paling ekspresif dan menjiwai tentu akan terpilih sebagai pemenang.

Dokpri: Aksi Pencak Silat
Dokpri: Aksi Pencak Silat

Pencak Silat. Aksi solo pencak silat diperagakan oleh salah satu siswa dari kelas XI. Kemahirannya menunjukkan gerakan-gerakan khas pencak silat mengundang decak kagum dari kami yang menyaksikan. Liukan tubuh, tangan, kaki dan badan tampak atletis. Semua seakan terbentuk indah dipandang. Ketangkasan jurus dan perpindahan tubuh mengikuti alunan musik sig sag berhasil memanjakan mata saat menatap. Keuletan dan ketekunan selama berlatih tidak ia sia-siakan saat menampilkannya. 

Pidato. Rangkaian acara peringatan hari Kartini ditutup dengan pidato. Tema yang dibawakan oleh peserta didik bervariasi. Poin penting yang menjadi pesan adalah mengingatkan kembali akan nilai-nilai perjuangan Kartini, keutamaan dan keuletannya untuk tidak mudah menyerah dengan keadaan, serta keberaniannya keluar dari kungkungan kebiasaan yang menyekat kemajuan. Semboyan-semboyan yang melekat dengannya dikutip lagi oleh pembawa pidato. Berbagai cara penyajian menjadi syarat penting untuk mereka mengambil simpati dari pendengar. Mencoba mengajak dengan rangkaian kata-kata yang optimis dan meyakinkan audiens. 

Tugas selanjutnya. Peringatan dan semaraknya tidak bermaksud sekedar mengisi waktu atau ikut-ikutan. Lebih daripada itu, seperti kata di awal, ini adalah ingatan. Ingatan kolektif akan perjuangan seorangKartini. Lalu menjadi tugas bersama warga sekolah utamanya Kartini-Kartini masa kini dimana pun, untuk tetap menyalakan terangnya demi masa depan wanita Indonesia. Aksi dan karya adalah bukti terang itu. Mari, bahu-membahu mewujudkannya.

Dokpri: Bersama Kartini-Kartini Masa Kini
Dokpri: Bersama Kartini-Kartini Masa Kini
 

Selamat hari Kartini dan Hari Bumi 2024. Pada Bumi cahaya itu akan tampak, pada Bumi kami pijak karena ada cahaya. Jalan ini panjang, perjuangan ini belum usai. Terima kasih Bumi pernah melahirkan Kartini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun