Mohon tunggu...
Humaniora

Bagi PM Kepulauan Solomon: 'Selingkuh' Lebih Baik daripada Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga

22 September 2016   08:34 Diperbarui: 23 September 2016   10:24 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto PM Manasseh Sogavare dan peta Kepulauan Solomon, sumber: PapuanewsID, http://papuanews.id/2016/09/20/bagi-pm-sogavare-dari-kepulauan-solomon-selingkuh-lebih-baik-daripada-menyelesaikan-masalah-rumah-tangga/

Akhir-akhir ini, Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare getol menyuarakan isu Papua / West Papua di negaranya maupun di luar negeri. Bukan hanya hak asasi manusia, tapi secara keras PM Sogavare mendorong separatisme propinsi Papua dari kesatuan Indonesia

Bila membicarakan masalah HAM, tentunya bangsa Indonesia bisa mengerti dan dengan dewasa juga dapat menerima kritikan. Namun bila pemimpin suatu negara mempertanyakan kedaulatan negara lain dan memaksakan agar dua propinsinya pisah, bukankah itu menyalahi dasar-dasar hubungan internasional yang baik dan bahkan bisa dianggap provokasi perang? 

PM Sogavare menganggap karena Papua penduduknya sebagian besar keturunan Melanesia, maka Papua bukanlah Indonesia. Suatu anggapan yang tidak masuk akal sehat. Hal yang serupa terjadi ketika Nazi Jerman menyatakan bahwa Polandia Barat adalah wilayah Jerman karena banyaknya orang keturunan Jerman di wilayah itu. Tentu kita tahu apa yang kemudian terjadi. Nazi Jerman menyerang Polandia pada tahun 1939 dan memulai Perang Dunia Kedua.

Adolf Hitler, sumber: The Daily Beast, Roger Violett/Getty http://www.thedailybeast.com/articles/2014/06/27/adolf-hitler-secret-billionaire.html
Adolf Hitler, sumber: The Daily Beast, Roger Violett/Getty http://www.thedailybeast.com/articles/2014/06/27/adolf-hitler-secret-billionaire.html
Kembali kepada PM Sogavare. Apa yang sebenarnya mendasari Sogavare mengambil posisi yang ekstrim mirip dengan Adolf Hitler pada tahun 1930an dan 1940an itu? Mari kita lihat lebih dekat rumah tangga Sogavare. 

Di mata Sogavare, isu Papua Barat ibarat ‘perselingkuhan’ dalam perjalanan karir politiknya. ‘Rumah tangga’ Sogavare saat ini sedang mendapat cobaan berat. Menyelesaikan urusan dalam negeri bagaikan menghadapi amukan istri yang telah dikhianati.

Tentangan berkepanjangan dari lawan-lawan politik, pertumbuhan ekonomi yang merosot dan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bantuan luar negeri, menjadikan mereka sangat vokal terhadap isu Papua Barat. Isu Papua Barat ibarat bola sepak yang mereka seenaknya tendang untuk menjadikan tontonan umum guna mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya di dalam negeri.

Sogavare menjadi PM Kepulauan Solomon sejak Desember 2014. Ini adalah ketiga kalinya ia menduduki jabatan PM di negara Pasifik berpenduduk 500 ribu jiwa itu. Sebelumnya, ia menjabat sebagai PM pada tahun 2000-2001 dan 2006-2007. Dua periode kepemimpinan yang sangat singkat itu diwarnai kontraksi ekonomi sebesar delapan persen pada tahun 2001, mosi tidak percaya oleh parlemen pada bulan Desember 2007, dan kebijakan yang merusak hubungan negara itu dengan Australia.

Sogavare menuduh Australia mem-bully negara kepulauan itu ketika Australia menolak membantu kepolisian Kep. Solomon pada kerusuhan yang terjadi tahun 2006. Ia mengusir Duta Besar Australia Patrick Cole dan melindungi Julian Moti, mantan Jaksa Agung Kep. Solomon, yang terancam ekstradisi ke Australia karena tuduhan seks dengan anak di bawah umur.

Memburuknya hubungan dengan Australia, donor utama negara kepulauan itu, membuat aliran dana segar dari Taiwan menjadi lebih penting bagi Sogavare. Taiwan, yang selama ini selalu mencari kesempatan untuk menjalin hubungan dengan negara-negara di Pasifik, langsung memanfaatkan peluang ini.

Wakil PM Douglas Ete menyatakan bahwa Taiwan memberikan dana sebesar 80 juta dolar Solomon (10 juta dolar AS) per tahun, 50 juta dolar diantaranya dibayarkan kepada lima puluh anggota Parlemen. Dari total bantuan itu, 10 juta dolar dialokasikan untuk kementerian Pendidikan dan 10 juta dolar untuk Dana Pembangunan Nasional. Sepuluh juta dolar sisanya raib begitu saja.

Sumber: Birmingham Public Library http://bplolinenews.blogspot.com.au/2010_04_01_archive.html
Sumber: Birmingham Public Library http://bplolinenews.blogspot.com.au/2010_04_01_archive.html
Ete meminta Sogavare menjelaskan keberadaan sisa dana sebesar 10 juta dolar itu namun Sogavare menolak untuk membukanya kepada publik. Segera setelah mengungkap hal ini, Ete mengundurkan diri. Ia menyatakan ‘saya sudah hilang kepercayaan pada ketua Pemerintahan Koalisi Demokratis untuk Perubahan (Sogavare) dan kepemimpinannya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun