Perseteruan antara akademisi Universitas Diponegoro (Undip) dengan Kementerian Kesehatan nampaknya belum berakhir. Perseteruan itu bermula dari penolakan sejumlah guru besar Fakultas Kedokteran Undip terkait UU Omnibus Law. Kini, perseteruan itu memasuki babak baru dengan adanya upaya politisasi kematian seorang mahasiswi PPDS Anestesi oleh Kementerian Kesehatan.
Pengesahan UU Omnibus Law Kesehatan yang ditengarai sebagai bentuk liberalisasi dan kapitalisasi bidang kesehatan di Indonesia telah memicu kontroversi dan ketegangan antara akademisi dan praktisi kesehatan dengan Kementerian Kesehatan.
Bahkan, guru besar yang menolak UU Omnibus Law Kesehatan harus menerima sanksi berupa pemutusan hubungan kerja atau pemecatan dari jabatan akademisnya.
Tahun 2023 yang lalu, Prof. Zainal Muttaqin dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dipecat dari RS Dr. Kariadi dengan dalih kontrak tidak diperpanjang lagi. Padahal Prof. Zainal Muttaqin merupakan ahli bedah syaraf pertama yang sukses melakukan operasi epilepsi di Indonesia dan kedua di dunia.
Tidak hanya itu, Kementerian Kesehatan juga dinilai melakukan intervensi dengan menonaktifkan Prof. Budi Santoso sebagai Dekan Fakultas Kedokteran di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Tekanan serupa juga dirasakan para guru besar di beberapa rumah sakit vertikal yang sejak dulu telah menjadi laboratorium bagi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia.
Politisasi Kematian Mahasiswi PPDS Anestesi
Tak cukup sanksi pemecatan dan penonaktifan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diduga telah mempolitisir kasus kematian mahasiswi PPDS Anestesi dari Universitas Diponegoro (Undip) sebagai upaya untuk menekan akademisi agar menerima Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan.
Kematian mahasiswa PPDS Anestesi di Undip, yang diduga mengalami tekanan berat, menjadi sorotan utama di media beberapa waktu yang lalu. Terhadap kasus ini Kemenkes, menyebutkan adanya dugaan perundungan dari para seniornya.
Kasus itu sendiri telah diselidiki oleh pihak berwajib dan dinyatakan selesai. Namun, sepertinya sengaja diangkat kembali untuk meningkatkan tekanan pada akademisi, khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.