Jakarta -- International Union for Conservation of Nature (IUCN) merampungkan studinya terkait dengan kelapa sawit. Laporan itu sudah diserahkan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian. Hasilnya dari sisi pengunaan lahan, kelapa sawit 9 kali lebih efisien dibandingkan dengan komoditas penghasil minyak nabati lainnya yang ada dunia.
"Fakta berbasis ilmiah seperti ini sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada publik, terkait pengembangan kelapa sawit di Indonesia," ujar Menko Darmin Nasution di Jakarta, Senin (4/2/2019).
Laporan hasil riset IUCN ini tentu menjadi angin segar bagi industri kelapa sawit Indonesia yang akhir-akhir ini kerap mendapatkan kampanye hitam di luar negeri, khususnya masalah lingkungan hidup, deforestasi, pelanggaran hak asasi manusia dan sengketa agraria antara masyarakat dengan korporasi.
Sebagaimana diketahui, pembukaan perkebunan kelapa sawit kerap dituding memiliki dampak kerusakan terhadap keanekaragaman hayati. Namun bila minyak kepala sawit dilarang atau boikot, maka akan lebih banyak lahan yang digunakan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Di tempat yang sama, Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN Erik Meijaard membenarkan bahwa ekosistem hutan tropis justru akan terancam bila kelapa sawit digantikan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
"Kelapa sawit akan tetap dibutuhkan dan kita perlu segera mengambil langkah untuk memastikan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan," kata Meijaard. "Dan memastikan semua pihak, pemerintah, produsen dan rantai pasok, menghargai komitmen mereka terhadap keberlanjutan," sambung dia.
Pada 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia mencapai 310 juta ton. Saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35 persen dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, RRT dan Indonesia.
Sementara itu proporsi penggunaannya mencapai 75 persen untuk industri pangan dan 25 persen untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel. Di Indonesia, alokasi pemanfaatan lahan untuk menunjang kehidupan seluas 66 juta hektar atau 33 persen dari total luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut, 14 juta hektar dimanfaatkan menjadi perkebunan kelapa sawit, diikuti sawah yang dengan 7,1 juta hektar lahan, dan selebihnya pemukiman dan fasilitas publik lainnya.
Imbas Moratorium Lahan Perkebunan Kelapa Sawit
Akhir tahun 2018 yang lalu, presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) penangguhan perizinan perkebunan kelapa sawit. Kebijakan moratorium tersebut tertuang dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani pada 19 September 2018.
Secara garis besar Inpres ini berisi tiga poin utama yaitu penangguhan atau penundaan perizinan perkebunan kelapa sawit, evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit, dan peningkatan produktivitas perkebunan sawit milik masyarakat.