Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Komeng, Komedi, dan Tragedi

29 Februari 2024   02:32 Diperbarui: 29 Februari 2024   06:10 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau di negri ini masih ada politik yang bukan dagelan, itu adalah Komeng. Sebab, komedian senior itu tidak hendak menambah deret tragedi ketika mencemplungkan diri dalam kubangan politik. Tidak dalam bentuk iklan bodoh apalagi politik dagang sapi.

Tragedi yang berulang adalah komedi. Dalam hal ini apa-apa yang diputuskan oleh "Dewan" dan "Majelis",  "Kehormatan" maupun "Pengawas" lembaga-lembaga mentereng di negri ini yang kemudian kehilangan relevansi ketika diselubungi kabut kepentingan politik, adalah konteks yang paling mudah dicerna. Rentetan kebisingan dan kesemrawutan dalam pesta demokrasi yang kapasitas even organizer-nya memprihatinkan itu, apa lagi namanya kalau bukan sekuel tragedi?

Tentu saja parameter itu terpilih karena saya tidak terlalu tega memperbandingkan aksi bakar diri seorang pedagang buah, Mohamed Bouazizi, yang memicu revolusi di Tunisia 2010, dengan tragedi serupa terkini yang diperagakan tentara Amerika, Aaron Bushnell, wujud protes pada pembantaian warga Gaza oleh Zionis Israel, sebagai ilustrasi. Saya tidak punya cukup nyali menertawai kematian Bushnell. Pun menangisi. Untung ada Komeng. 

Terpapar perilaku media sosial yang instan, dangkal, dan reaktif, tadinya saya bermaksud (seperti banyak selebgram politik, juga pimpinan redaksi media massa top) mengglorifikasi sukses Komeng jadi senator. Mengulang banjir uhui dengan tambahan detil-detil yang mungkin luput dari perhatian agar tidak membosankan. Tapi saya teringat Pemilu 2014.

Sudah beranak empat, itu kali pertama dan terakhir jari tengah saya ternoda tinta KPU. Memilih Jokowi bukan agar, tapi supaya jangan. Mencegah alih-alih mendukung. Dan adegan demi adegan yang dipertontonkannya sekarang, menyadarkan diri untuk tak gampang kasih cek kosong. Pun untuk Komeng.

Jadi begini saja, tak tunggu lima tahun lagi, semoga tidak satupun di antara kita yang duluan mati. Sebab, sebriliant apapun yang diperlihatkan Komeng hari ini, ia akan berada di kubangan itu, kubangan yang memungkinkan segala hal terjadi kecuali mengunyah kepala sendiri. Atau.., sebaiknya apresiasi itu nunggu selewat injury times sepuluh tahun lagi? 

Ah, pantasnya do'a saja kupohonkan pada Tuhan, semoga lima, atau sepuluh tahun lagi, atau kelak, saya masih bisa menyaksikan Komeng seperti adanya hari ini. Kalau toh ada yang berubah, semoga itu bukan tragedi, apalagi komedi.

Gut lak, Meng. Uhui! [GM, pendengar setia Suara Kejayaan]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun