Profesi Guru Sudah Diperhitungan Masyarakat
Pada waktu saya mudik beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan teman-teman semasa masih kecil. Kini ada yang masih tetap di kampung dan ada yang ke kota –kota besar dan ada juga yang ke luar negeri.
Pada waktu saya duduk di serambi masjid ngobrol ngalor ngidul dengan teman-teman tersebut saya baru tahu kalau si A si B si C itu si D dll. Itu profesinya yaitu guru PNS dan sudah bersertifikasi sehingga yang dulunya kalau ngobrol-ngobrol itu paling hanya seputar sepeda motor. Nah tahun ini bicaranya sudah lain. Pembicaraannya sudah seputar mobil dan pendaftaran haji.
Guru PNS kini kelihatan mulai melek ekonomi sehingga penampilannya sudah berbeda dengan guru tempo dulu “Umar Bakri” kehidupannya pun juga sudah berbeda. Tetapi saya tidak tahu mengenai keikhlasannya. Apa keikhlasannya lebih ikhlas guru sekarang atau guru tempo dulu.
Tempo dulu banyak guru PNS yang keluar dari ke PNSannya malah ada yang pilih jadi petani, peternak atau bahkan tukang becak/ojek karena penghasilannya memperihatinkan. Bahkan kalau orang tua kok memiliki anak gadis yang mbandel, ngomelnya orang tua “nanti saya kawinkan dengan guru” baru tahu rasa. Dan yang memperihatinkan di tempo dulu kalau ada anak gadis yang didekati oleh pemuda dan pemuda tersebut adalah guru, orang tuanya si gadis masih mikir seribu kali.
Tapi kini kalau orang tua memiliki gadis kok didekati oleh pemuda yang profesinya guru yang sudah PNS dan tersertifikasi lantas orang tuanya “please…please…please” tidak seperti tempo dulu pokoknya ok deh dengan guru masa depan cerah.
Omong punya omong, Nurdin teman waktu saya kecil, yang profesinya sekarang sebagai guru PNS dan sudah sertifikasi bercerita banyak orang yang jegek menghadapi guru karena guru itu tukang ngomong dan sangat susah untuk dibilangi. Apalagi kalau guru bertemu dengan guru, karena sama-sama tukang ngomong tidak ada yang mau mengalah, semuanya pingin menang.
Hal ini mungkin karena memang guru itu di kelas tukang ngomong, tukang ngatur dan terbiasa paling menang dan paling top di kelas. Maka apabila rapat, kepala sekolah sering dibantah oleh guru kalau perlu malah menjatuhkannya, kalau diberi tugas seringnya menawar.
Maka mungkin karena kebiasaan guru suka menawar, pedagang yang menjajakan sesuatu ke guru ya jegek (kewalahan) dalam menghadapinya. Omongannya sebakul ujung-ujungnya tidak membeli, apabila ada minat membeli menawarnya ampun-ampunan supaya bisa dibeli dengan harga yang semurah-murahnya.
Demikian pengalamanan yang saya dapat waktu mudik mengenai guru dan yang bercerita profesinya sebagai guru di kampung. Saya tidak ada maksud apa apa dengan guru ini hanya sekedar cerita tentang guru di Kampung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H