Mohon tunggu...
joko susanto
joko susanto Mohon Tunggu... -

Pemerhati Masalah Ekonomi dan Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Bermain Api

12 Desember 2009   15:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:58 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi main tuduh terjadi saat Pansus Century baru saja mulai bekerja. Adalah Bambang Soesatyo, anggota dewan dari fraksi Partai Golkar, yang menyatakan adanya pembicaran antara Menkeu Sri Mulyani dengan Robert Tantular. Bahkan salah satu fungsionaris partai Golkar menyatakan rekaman pembicaran antara Menkeu Sri Mulyani dengan (seseorang yang diduga) Robert Tantular dapat menjadi ”kartu As”. Saya tidak tidak tahu pasti kebenaran tuduhan tersebut dan motif (apabila ada) yang mendasarinya. Saya malah jadi prihatin sekaligus pesimis bahwa kasus Century akan selesai.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap keputusan untuk melakukan bail-out bank Century, tentunya kita berharap agar kasus Century bisa selesai sehingga publik mendapatkan gambaran dan informasi yang sebenarnya. Ini merupakan hak publik (hak rakyat Indonesia). Bahkan wapres Boediono pun sudah menyatakan bersedia apabila dipanggil Pansus. Hemat saya, hargailah kesediaan wapres untuk hal ini. Hukum kita menganut asas praduga tidak bersalah. Seseorang tidak boleh dinyatakan bersalah, sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap. Ini berarti tidak dibenarkan main tuduh, apalagi tanpa bukti awal yang kuat.
Rekaman pembicaraan Sri Mulyani dengan seseorang yang diduga Robert Tantular diambil dalam suatu rapat di gedung Depkeu yang akhirnya memutuskan untuk mem-bail out bank Century. Sudah barang tentu rapat tersebut dihadiri banyak orang sehingga banyak pula yang menjadi saksi apakah benar Sri Mulyani bertemu/berbicara dengan Robert Tantular. Robert Tantular sendiri menyatakan: ”boro-boro bicara dengan Sri Mulyani, kenal saja tidak”. Ini artinya Robert Tantular sendiri juga menolak tuduhan dimaksud. Raden Pardede juga menyatakan suara itu sebenarnya adalah suara Ketua UKP3R (Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Kebijakan dan Reformasi) Marsilam Simanjuntak yang hadir dalam rapat KSSK. Lebih dari itu, wapres Boediono juga menyatakan bahwa tidak ada pembicaraan antara Sri Mulyani dengan Robert Tantular.
Perihal rekaman tersebut, sudah barang tentu ada 2 (dua) kemungkinan. Pertama, rekaman tersebut benar-benar berisi rekaman pembicaran antara Menkeu Sri Mulyani dengan Robert Tantular. Akan tetapi kemungkinannya juga sangat kecil (hampir tidak mungkin). Jumlah orang yang hadir dalam rapat di gedung Depkeu tentunya tidak hanya satu dua orang saja. Puluhan orang hadir. Info yang saya terima sekitar 30-an orang. Apabila benar (pembicaraan yang dimaksud terjadi), maka sudah barang tentu minimal satu atau dua orang yang hadir dalam rapat akan membenarkan isi rekaman tersebut. Kemungkinan kedua, rekaman tersebut tidak benar. Artinya isi rekaman bukanlah pembicaran antara Menkeu Sri Mulyani dengan Robert Tantular. Jika kemungkinan kedua yang benar-benar terjadi, maka apa yang disampaikan Bambang tidak terbukti. Rakyat makin ragu terhadap kinerja Pansus karena suka tidak suka Bambang merupakan anggota Pansus. Tentunya akan ada konsekuensi yang bakal diterima oleh Bambang.
Apa motif tuduhan tersebut? Apakah justru merupakan suatu upaya pembelokan dari tujuan Pansus yang sebenarnya? Kita tidak tidak tahu pasti. Dalam dunia politik segala sesuatu bisa saja terjadi. Akhir kata, saya hanya ingin mengajak dan mengingatkan rekan-rekan kompasioner untuk mengambil pelajaran dari kasus ini. Main tuduh sudah jelas tidak benar. Untuk itu, dalam menulis, sebaiknya kita tidak mengaitkan tulisan kita (misalnya dengan membuat link atau URL) ke sumber informasi (blog/situs) yang tidak jelas kebenarannya. Mungkin saja dengan mengaitkan ke link tertentu, tulisan kita akan semakin menarik. Tetapi risikonya juga tidak kecil. Apabila blog atau situs tadi bermasalah (misalnya berurusan dengan aparat), maka ada kemungkinan kita juga akan terseret. Kita harus belajar dari kasus Prita. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun