Sumpah serapah, umpatan, dan caci maki. Semuanya adalah hal-hal buruk yang dilarang dilakukan oleh agama manapun. Tetapi sepertinya hal-hal itu telah merasuk demikian dalam di dalam budaya kita sehari-hari.
Di saat sekarang ini, caci maki seolah sudah menjadi refleks yang tidak terhindarkan. Di jalanan, di lapangan, di mimbar-mimbar, di mana-mana.
kalau tidak percaya, bolehlah kita perhatikan kelakauan pengendara-pengendara di jalanan yang terjebak macet atau nyaris kecelakaan. Bukan istighfar yang pertama kali diteriakkan tetapi kata-kata makian yang muncul pertama kali.
Ketika menulis inipun saya dikelilingi teriakan-teriakan berisi makian yang kalau dituliskan akan sangat tidak pantas. Sepertinya wajar saja, karena saat ini di televisi sedang ditayangkan pertandingan piala AFF antara Indonesia dan Malaysia.
Indonesia vs Malaysia. Dua 'musuh bebuyutan' yang tidak hanya terjadi di lapangan bola saja. Dan di akhir babak pertama Indonesia kebobolan dua gol. Reaksi penonton Indonesia? Bisa ditebak. Mencaci maki. Mungkin tidak semuanya berlaku begitu, tetapi banyak sekali yang meneriakkan kata-kata kotor dan mengandung hinaan untuk melampiaskan luapan emosi.
Lihat saja di linimasa Twitter. Pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan pertandingan hari ini begitu ramainya dipenuhi ungkapan-ungkapan negatif. Dan banyak sekali caci maki itu dikeluarkan oleh kaum remaja dan para pemuda.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Begitu mudahnya kita mengeluarkan ucapan yang berisi sumpah serapah, umpatan, dan caci maki sehingga terkesan tindakan tersebut adalah sesuatu yang wajar dan benar untuk dilakukan.
Padahal agama (Islam) terang-terangan melarang kita untuk melakukannya. Bagi para pengumpat, dijanjikan hukuman yang sangat berat.
Dalam Surah Al Humazah (Pengumpat), Tuhan Yang Maha Kuasa menjanjikan kecelakaan yang besar bagi setiap pengumpat dan pencela, yang melakukan keburukan tersebut secara berulang-ulang.
Semoga kita termasuk kaum yang dilindungi dari umpatan, sumpah serapah, dan caci maki.