Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tiga Manfaat Mendengarkan Musik Keroncong

14 Oktober 2015   22:42 Diperbarui: 8 Juni 2022   08:52 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik keroncong identik dengan gambaran “musiknya orang tua.”

Suatu anggapan yang tidak sama sekali salah.

Saat mendengar musik keroncong yang mungkin timbul di kepala kita adalah bayangan beberapa orang tua bermain musik. Mbah yang satu yang berbaju batik memetik ukulele, yang lain memetik gitar. Opa di pojok yang satu meniup viool atau memainkan flute sementara aki-aki di pojok yang lain menggesek cello atau mengangguk angguk asyik memetik contra bass. Sementara itu satu eyang yang brewok di tengah yang mungkin memakai topi pet dan berkaos putih kombor akan bernyanyi sebagai biduan.

Saya sendiri belum tua, tapi saya mendengarkan keroncong secara teratur.

Lho, belum tua kok mendengar keroncong? Jangan-jangan cuma ngaku-ngaku masih muda padahal sudah tu...tiiiitttt?

Lho tidak apa-apa kan? Ketimbang mengaku sudah sepuh padahal masih muda kayak… ah sudahlah.

Yang jelas ada tiga manfaat mendengarkan musik keroncong. Apa itu?

1. Mendengar keroncong berarti memelihara peninggalan sejarah - mendengar irama masa lalu

Ya masa lalu. Sejarah musik keroncong tidak bisa lepas dari episode masuknya para bekas budak dan bekas tentara Portugis ke nusantara lebih dari 300 tahun yang lalu yaitu pada pertengahan abad ke-17. Para bekas budak dan serdadu yang sudah merdeka ini, yang disebut sebagai orang Mardijkers terdiri dari berbagai bangsa seperti India, Tamil, Afrika Utara dan lain-lain bangsa yang sempat dikuasai orang-orang Portugis. Di Batavia mereka diberi lahan hingga yang kini menjadi beberapa kampung yang masih ada di Jakarta Utara antara lain Tugu dan Papango.

Musik keroncong sendiri disinyalir dikembangkan oleh kaum Mardijkers di kampung-kampung di Jakarta Utara itu sebagai campuran antara musik fado, yaitu musik asli portugis yang lambat melankolis dan berisikan teks “pantoen” bahasa Portugis yang menyayat hati dengan musik asli dari daerah-daerah di mana kaum Mardijkers itu berasal. Dalam perkembangannya bahasa portugis berganti menjadi bahasa melayu dan musik keronjong menjadi populer di kampung-kampung yang lain di Batavia seperti di Kemayoran yang akhirnya melahirkan gaya Keroncong Kemayoran. Menurut Wikipedia berbahasa belanda, musik keroncong meraih kepopuleran di nusantara berkat para pelaut asal tugu yang membawa musik itu ke luar Batavia lewat berlayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun