[caption id="attachment_367498" align="aligncenter" width="560" caption="di pojok kios majalah (dok.pri)"][/caption]
Di pojok kios majalah itu, kuambil dan mulai kubaca satu harian berjudul "INTERNASIONAL"...
A: "Hai pekok[1]! Bebaskan teman-temanku, angkat kakimu dari sini atau kuputuskan leher temanmu..."
B: "Hahahahahaha... kalian yang pekok. Sedikit-sedikit gorok.. sedikit-sedikit bunuh!"
A: "Tawa kalian tawa orang pekok. Kalian tertawakan semuanya seakan semua adalah bahan tertawaan. Munafik!"
B: "Haahahahahahhaha... Maling teriak maling. Pekok teriak pekok. Munafik teriak munafik!"
A: "Tertawalah sepuasnya. Ledek kami sepuasnya. Apa yang kalian lihat, itu belum apa-apa!"
B: "Hahahahahaha.... Takuuuttt... hahahahahaha... Orang pekok tukang represi kebebasan!"
A: "Kebebasan kebablasan khas orang pekok. Kalian akan tahu akibatnya! Kalian acak-acak rumah kami. Kami akan datang ke rumah kalian. Lihat saja...Pekok!"
B: "Hahahahaha... tukang ancam.. sedikit-sedikit ancam.. sedikit-sedikit culik..sedikit-sedikit sandra.. gorok.. bakar... biadap pekok!"
A: "Kalian akan lihat kami datang... masuk ke rumah kalian. Darah di tanah kalian!"
B: "Hahahahaha... dasar pekok!"
A: "Pekok!"
B: "Pekok!"..
...
"Pekak" otakku. Kubuang harian itu.
Kuambil satu yang lain ... "NASIONAL" ...
C: "Makzulkan dia-makzulkan diaaa!... Seratus hari nggak bisa apa-apa! ... Pekok!"
D: "Pemimpin slonong boy klemar-klemer...Ngomong nggak jelas... Nggak jelas mau ngapain..."
E: "Hoooi... yang gerombal gerombol itu yang nggak jelas... massa nggak jelas..massa pekok!"
F: "Hooooii...Kamu yang pekok! Katanya mumpuni hukum dan mulitiki... seenaknya nuduh nggak jelas.. Pekok!"
G: "Pekok semua... masalah ngangkat panglima centeng aja jadi panjang."
H: "Tenang bro tenang... yang salah bukan beliau, tapi ini salah mak lampir.. Ini ide si mak lampir yang punya utang sama si calon panglima centeng!"
I: "Eh eh eh eh... enak aja salahin emak. Emak nggak salah. Ini salah si slonong boy.. nggak tahu unggah ungguh... lompatin kita-kita yang senior...kacang lupa kulit!"
J: "Pekok! Calon panglima centeng nggak jujur... Perut aja digendutin! Pekok!"
K: "Sembarangan ngomong... Pekok! Sini kalau berani. Kuperkarakan kalian! Sok berantas-berantas.. belum tahu siapa yang megang di sini ya?!"
L: "Makelar pekok! Nggak bakal panutan kalian jadi panglima centeng..."
M: "Sok berantas-berantas pekok!"
N: "Makelar pekok! Perut aja digendutin...."
O: "Pekok!"
P: "Pekok!"..
...
Otakku tambah 'pekak'.
Tiba-tiba telepon genggamku bergetar. SMS masuk, dari istriku:
"Pa, jgn lupa beli kertas krep biru buat prakarya adek besok. Mampir juga ya di pasar beli tahu putih 3, tempe 2, bawang putih stgh kg. Da dag.."
Fiuh... istri, anak-anak, keluarga, panggilan.
Tiada yang lebih penting ketimbang hal-hal itu.
Hal-hal yang palingkanku dari dunia yang pekakkan otak,
yang selamatkan diriku dari kemungkinan menjadi pekok.
-tamat-