Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Macet: Apa Ruginya?

20 Agustus 2014   01:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:06 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_338854" align="aligncenter" width="490" caption="Macet di Jakarta (dok.pri)"][/caption]

Dalam serial Star Trek: Deep Space 9 (DS9) dikisahkan adanya suatu lubang cacing (worm hole) di ruang angkasa yang berada di dekat planet antah berantah bernama Bajor. Lubang cacing ini merupakan jalan pintas antara ruang waktu yang dalam serial DS9 dipergunakan oleh kapal-kapal antariksa untuk dalam sekejap mata berpindah dari satu galaksi ke galaksi lain yang jaraknya tahunan cahaya.

Walau belum terbukti ada secara fisik (observasi), secara fisika keberadaan 'lubang cacing' sudah terbukti lewat rumus yang dikenal sebagai Einstein-Rosen bridge. Secara kasar dan sederhana adanya 'lubang cacing' memungkinkan manusia untuk melakukan perjalanan (dalam ruang dan waktu) dalam sekejap mata karena "tertekuk atau terlipatnya" dimensi-dimensi ruang dan waktu tersebut.

Bisa dibayangkan jika "lubang cacing" atau wormhole memang ada dan sudah bisa kita 'jinakan', maka kita bisa mbangkong di tempat tidur di rumah sampai jam 7.58 pagi, sikat gigi, pakai baju sebentar, lalu masuk ke lubang cacing dan sudah berada di kantor yang jaraknya 17 km dari rumah tepat jam 8!

Perjalanan=hal yang menyebalkan?

Teori hipotetis seperti wormhole banyak dicatut oleh filem-filem fiksi ilmiah. Selain wormhole ada banyak lagi 'hal' dari teori hipotetis sampai angan-angan atau imajinasi yang menjadi bahan cerita fiksi yang intinya memudahkan manusia untuk bergerak menempuh jarak ribuan kilometer (bahkan tahun cahaya) dalam sekejap mata.

Jadi mengapa berpindah dalam sekejap mata seakan adalah impian kita semua? Apalagi kalau bukan "time is money"?

Pada tahun 1965, ekonom asal Amerika Serikat yang di kemudian hari meraih hadiah Nobel, Gary Becker mengemukakan bahwa 'waktu' baik waktu untuk bekerja maupun untuk bersenang-senang, beristirahat atau berekreasi adalah elemen biaya atau ongkos yang harus diperhitungkan dalam perekonomian seperti halnya harga barang-barang atau jasa. Dengan kata lain, banyaknya waktu yang kita pakai di belakang stir, atau di belakang stang motor, atau duduk/berdiri berhimpitan di angkot maupun di busway selalu dapat kita hitung dalam bentuk uang.

[caption id="attachment_338856" align="aligncenter" width="490" caption=""Macet" juga terjadi di moda jalan rel - stasiun Berlin (dok.pri)"]

1408448329217091842
1408448329217091842
[/caption]

Cara termudah untuk menghitung nilai waktu kita yang terbuang dalam perjalanan adalah dengan mengandaikan bahwa selalu ada hal "produktif" yang bisa kita lakukan dengan waktu tersebut. Produktif berarti bermanfaat untuk kita, baik itu bekerja, berisitrahat (termasuk tidur), shopping, nongkrong di mall atau sekedar bermain bersama anak atau cucu.

Berapa "Rupiah" Waktu Anda yang Hilang Di Jalan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun