Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belgia, Negara yang Akan Pecah? (Bagian ke-2)

1 Desember 2011   16:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:57 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini rakyat Belgia sedang berharap-harap cemas dan menunggu jawaban atas satu pertanyaan: akankah negara mereka segera memiliki pemerintahan? Berita tentang situasi politik negara Belgia seakan tenggelam di tengah badai krisis ekonomi yang melanda benua Eropa. Di antara kita (yang tinggal di Indonesia) tidak banyak yang tahu bahwa sudah lebih dari 1 tahun 5 bulan, sejak Pemilu legistlatif federal yang terakhir, 13 Juni 2010, negara Belgia berjalan tanpa pemerintahan pusat (federal). Hal ini berarti bahwa Belgia telah dengan sukses memecahkan rekor dunia negara tanpa pemerintahan yang sebelumnya dipegang oleh negara Irak (249 hari) . Masa penantian akan terbentuknya pemerintahan pusat di Belgia nampaknya akan segera berakhir setelah beberapa kebijakan penting berhasil disepakati oleh berbagai partai mayoritas dan serikat pekerja yang bernegosiasi di bawah koordinator pemimpin partai sosialis (PS) Elio di Rupo. Tulisan di bawah ini sekedar coretan kronologis untuk mencoba mengerti dinamika demokrasi di Belgia sekaligus konflik-konflik yang menyertainya. Konflik Dimensi ke-1: Utara (Flandria berbahasa Belanda) vs Selatan (Wallonia berbahasa Prancis) Kisah sendu negara tanpa pemerintahan ini berawal dari Pemilu legilatif yang terakhir kalinya diadakan di Belgia pada tanggal 13 Juni 2010.  Di Flandria, pemilu ini dimenangkan oleh partai nasionalis (sayap kanan) N-VA dan di Wallonia, partai sosialis (sayap kiri) PS keluar sebagai pemenangnya[1]. N-VA atau Nieuw-Vlaamse Alliantie (Aliansi Flandria Baru) merupakan partai yang menghendaki kemerdekaan atau pemisahan penuh wilayah Flandria yang berbahasa Belanda (Flemish) dari Belgia. Dipimpin tokoh karismatisnya, Bart de Wever, partai yang berhaluan ekonomi neo-liberal ini berhasil meraih kemenangan mutlak di wilayah Flandria sekaligus memperoleh jumlah kursi terbesar di dewan perwakilan rakyat di tingkat pusat atau federal sebanyak 27 kursi (18%). Di sisi lain, PS (le Parti Socialiste) merupakan partai berhaluan kiri yang tetap menghendaki keutuhan negara Belgia. Dipimpin Elio di Rupo, PS merupakan partai dengan suara mayoritas di wilayah Wallonia yang berbahasa Prancis dan berhasil meraih 26 kursi di dewan perwakilan rakyat federal. [caption id="attachment_146789" align="alignright" width="300" caption="Elio di Rupo (kiri) dan Bart de Wever (kanan) (Sumber: demorgen.be)"][/caption] Perbedaan haluan antara dua partai pemenang pemilu yang berasal dari dua daerah yang "berseteru" ini nampaknya merupakan faktor kunci kegagalan perundingan untuk membentuk pemerintahan. Pemilu dan buntutnya... Di Belgia, penyelenggaraan pemilu legislatif federal merupakan awal pembentukan pemerintahan pusat. Setelah pemilu Juni 2010, Raja Belgia, Albert II, menunjukan pemimpin N-VA, Bart de Wever sebagai Informateur pada 17 Juni 2010. Informateur bertugas untuk membuat laporan awal tentang visi dan komposisi kabinet (pemerintahan) yang akan dibentuk atas dasar konsultasi dengan para pemimpin partai, serikat-serikat pekerja, anggota DPR dan para menteri kabinet yang masih berjalan. Atas dasar laporan yang diberikan informateur, Raja Belgia menunjuk Formateur yang bertugas untuk mendefinisikan komposisi dan program dari kabinet yang akan datang. Elio di Rupo merupakan formateur yang ditunjuk Raja Albert II pada tanggal 8 Juni 2010. Di Rupo berusaha membentuk kabinet koalisi dari partai-partai mayoritas: N-VA, CD&V (partai Kristen Demokrat Flandria),  PS, sp.a (partai Sosialis Flandria),  Ecolo (Partai Ekologis Wallonia), Groen! (Partai Ekologis Flandria) dan CDH (Partai "poros tengah" Wallonia). Usaha ini gagal, lantaran N-VA menolak berkoalisi jika wilayah Flandria tidak mendapatkan otonomi politis dan ekonomi yang labih besar. N-VA menuntut perubahan konstitusi negara Belgia untuk menjamin otonomi tersebut. Gagal membentuk kabinet koalisi, Elio di Rupo mengajukan pengunduran dirinya kepada Raja di awal September 2010. Menyusul penguduran diri di Rupo, Raja AlbertII menujuk Perdana Menteri terdahulu, Yves Leterme untuk kembali memimpin kabinet lamanya untuk mengisi kekosongan pemerintahan federal. Clarificateur, Mediateur, Negociateur.... Untuk memecah kebuntuan perundingan, Raja Albert II kemudian menunjuk André Flahaut (anggota DPR) dan DannyPieters (anggota senat) sebagai Clarificateur (penjelas...). Pada intinya clarificateur bertugas menyusun kembali metode kerja pembentukan kabinet atas dasar konsultasi dengan partai-partai mayoritas. Setelah clarificateur selesai bertugas, raja secara berturut-turut menunjuk  Johan Vande Lanotte sebagai Mediateur, Didier Reynders sebagai Informateur, Wouter Beke sebagai Negociateur, sebelum akhirnya..... kembali lagi menunjuk Elio di Rupo sebagai Reformateur pada 16 Mei 2011. Konflik Dimensi ke-2: Partai-partai Kiri vs Partai-partai Kanan Pada tanggal 4 Juli 2011, Elio di Rupo menyampaikan laporan hasil kerjanya yang pertama. Laporan awal tentang visi program kabinet yang akan dibentuk itu dinilai banyak kalangan sebagai cukup kontroversial. Selain menyinggung masalah anggaran, jaminan sosial, peran DPR, senat, dan lainnya, laporan ini juga menegaskan pemisahan BHV [2]. Pemisahan BHV merupakan hal yang diharapkan oleh para pendukung pemisahan Flandria dari Belgia seperti halnya partai N-VA.  Meskipun demikian, tetap aja partai N-VA, melalui pemimpinnya, Bart de Wever menolak laporan tersebut yang disusul dengan keluarnya partai nasionalis flandria tersebut dari meja perundingan. Perundingan tanpa melibatkan N-VA terus dilanjutkan dan berhasil menggolkan beberapa kebijakan penting, antara lain: pengesahan pemecahan BHV, perubahan undang2 pembiayaan badan-badan federal, dan penghapusan beberapa hak administratif istimewa penduduk Brussel yang berbahasa Prancis. Keberhasilan negosiasi untuk menghasilkan berbagai keputusan penting, membuat warga Belgia selama medio November 2011 yang lalu memiliki kepercayaan yang besar bahwa kabinet pemerintahan yang baru akan segera terbentuk. Sayangnya hal tersebut harus tertunda gara-gara pada Senin Pon 21 November 2011, Elio di Rupo mengajukan pengunduran dirinya sebagai Reformateur karena perundingan yang terkait dengan tema anggaran dalam masa krisis menemui jalan buntu karena perbedaan pendapat antara partai-partai berhaluan liberal (kanan) yaitu MR dan Open VLD dan partai-partai sosialis (kiri), yaitu PS, s.pa, CDH dan CD&V. [caption id="attachment_146818" align="alignleft" width="300" caption="Elio di Rupo dan Raja Albert II di Istana Ciergnon (sumber: deredactie.be)"][/caption] Pengunduran diri di Rupo langsung diikuti dengan naiknya suku bunga yang harus dibayar negara Belgia di pasar saham dan penurunan rating keuangan Belgia oleh Standard & Poor's dari AA+ menjadi AA. Raja Albert II memanggil perwakilan ke-enam partai yang terlibat dalam perundingan dan pada tanggal 26 November 2011 kesepakatan tentang masalah anggaran berhasil disepakati. Dalam waktu yang sama Raja menolak pengunduran diri di Rupo dan menugaskannya untuk secepat mungkin membentuk pemerintahan. Konflik Dimensi ke-tiga: Partai-partai vs Serikat-serikat Pekerja Lanjutan negosiasi antara ke-enam partai mayoritas berhasil menelurkan berbagai kebijakan penting yang harus dijalankan oleh (calon) pemerintahan yang bakal terbentuk. Kebijakan ini menyangkut berbagai tema, antara lain: tema pajak, persamaan kesempatan, hankam, ketenagakerjaan, hubungan dengan Uni Eropa dan hubungan internasional. Pencapaian ini di satu sisi menimbulkan optimisme bahwa pemerintahan baru akan segera terbentuk, namun di sisi lain, kebijakan-kebijakan yang disepakati hanya dalam hitungan hari (bahkan jam!) menuai banyak kritik terutama dari partai-partai yang tidak diikutsertakan dalam negosiasi. Bart de Wever (NVA) bahkan memprediksi bahwa pemerintahan yang akan terbentuk hanya akan mampu bertahan dalam hitungan bulan, lantaran didasarkan pada kebijakan-kebijakan yang diambil secara terburu-buru. Badai kritik tidak hanya datang dari partai nasionalis flandria, namun juga dari serikat-serikat pekerja. Serikat-serikat pekerja merupakan organisasi non partai yang menaungi sebagian besar kaum pekerja di Belgia. Serikat-serikat pekerja menentang rencana pemotongan besar-besaran anggaran jamsostek yang direncanakan dalam anggaran di Rupo sebagai bagian dalam rencana penghematan untuk menghadapi krisis. Tiga serikat pekerja terbesar di Belgia, yaitu Serikat Pekerja Kristen (CSC/ACV), Serikat Pekerja Sosialis (FGTB/AACV) dan Serikat Pekerja Liberal menyerukan pemogokan dan demonstrasi nasional hari Jumat 2 Desember 2011 ini.

Penutup

Di Rupo, Raja Albert II dan perdana menteri terdahulu, Yves Leterme menyatakan optimisme mereka bahwa sebelum Ahad ini Belgia akan memiliki pemerintahan federal. Di sisi lain, gerakan oposisi dari sayap kanan flandria dan perlawanan dari serikat pekerja nampaknya tidak akan tidak diam. Kelanjutan dari konflik 3 dimensi negara Belgia akan segera diketahui hari-hari ini... Catatan kaki [1]Tentang pembagian wilayah pemerintahan di Belgia silakan melihat artikel bagian 1: Belgia Negara yang Akan Pecah? [2]Tentang BHV silakan melihat artikel bagian 1: Belgia Negara yang Akan Pecah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun