"Mister Jepe tolong dong tanya ke Dr. Samosir*, apa beliau bisa jadi panelis di lokakarya daring kita minggu depan?" Begitu isi e-mail Prof de Smet*, guru besar di suatu kampus terkemuka di Belgia kepada saya sekitar tiga bulan yang lalu.
Saya pun langsung mengirim pesan WhatsApp ke Doktor Samosir, kenalan saya ahli mesin bakar kendaraan di suatu lembaga penelitian pemerintah Indonesia.
"Pak Samosir, undangan dari Prof de Smet untuk jadi panelis di workshop Beliau, tolong dijawab ya Pak," tulis saya.
"Workshop yang mana Mas Jepe?" Doktor Samosir balik bertanya.
"Yang dikirim lewat e-mail oleh Prof de Smet, Pak. Tanggal 2 Juli 2022", jawab saya setelah mengecek ke inbox e-mail, di mana saya dicantumkan dalam kopi karbon (cc) e-mail alias surat elektronik (surel) tersebut.
"Waduh saya jarang buka e-mail  Mas. Bisa tolong undangannya di-WA ke saya?" pinta Dr Samosir.
Sebulan yang lalu, saya dihubungi lewat surel oleh seorang kenalan lama, Ms. Iwabuchi* pengusaha yang memasok biomasa ke beberapa pembangkit di Jepang.
Iwabuchi-san mengeluh dalam surelnya, "Jepe-san, saya sedang mencari pengusaha Indonesia yang bisa mengitim wood chips ke Jepang. Saya sudah kirim surel ke 4 pengusaha di Indonesia, tapi sudah dua minggu kok tidak ada yang menjawab?"
Waduh!... bathin saya. Ini pasti karena para pengusaha +62 itu tidak atau jarang baca surel.
Benar saja, setelah hanya beberapa hari setelah Iwabuchi san mengirim pesan lewat WA sesuai saran saya, semua pengusaha itu memberikan jawaban!