Jalan tol adalah salah satu infrastruktur yang pembangunannya digaspol oleh pemerintahan Pak Jokowi.
Menurut data sensus Badan Pusat Statistik (BPS, 2017), total panjang jalan tol yang beroperasi di Indonesia pada tahun 2014 baru sekitar 784 km. Sementara total panjang jalan tol per April 2021 sudah mencapai 2391 km (Liputan 6, 2021).
Jika dibandingkan dengan total 544474 km panjang jalan nasional, provinsi, kota dan kabupaten pada 2019 (BPS,2020) maka panjang jalan tol tersebut hanyalah 0,4 persen saja.Â
baca juga:Â Pak Anies, Begini Lho Kotornya Formula E di Jakarta!
Namun jika kita lihat angka kecelakaan lalu lintas jalan raya, maka kontribusi jalan tol adalah cukup besar.
Menurut statistik Perhubungan 2020 (Pustikom Kemenhub, 2021) antara 2016 dan 2020 terjadi sekitar 110 ribu kecelakaan lalu lintas jalan raya setiap tahunnya. Dalam pada itu menurut Badan Pengelola Jalan Tol atau BPJT (2020) setiap tahunnya terjadi sekitar 3725 kecelakaan di jalan tol.Â
Dengan demikian di Indonesia, sekitar 3,4 persen kecelakaan jalan raya terjadi di jalan tol setiap tahunnya padahal panjang jalan tol hanya sekitar 0,4 persen dari total panjang jalan. Jelas bahwa resiko kecelakaan di jalan tol lebih tinggi dibandingkan di berbagai kelas jalan biasa.Â
Apa yang salah dengan infrastruktur jalan tol?
Berfungsinya suatu infrastruktur sesungguhnya memerlukan interaksi yang baik antar tiga komponennya yaitu bangunan fisik infrastruktur itu sendiri, pengguna, dan sistem (peraturan). Tanpa interaksi yang baik, yang akan terjadi adalah kegagalan. Pada infrastruktur jalan tol salah satu kegagalan itu adalah tingginya kecelakaan.
Satu yang bisa kita lihat dengan sangat mudah di jalan-jalan tol di Indonesia adalah tidak adanya interaksi yang baik antara pengguna dengan sistem (peraturan).
Ada dua hal yang paling sering kita lihat atau mungkin kita lakukan sendiri di jalan tol.
Pertama, melaju di bahu jalan untuk mendahului kendaraan di depan.
Bahu jalan pada dasarnya dibuat hanya untuk mengakomodasi situasi darurat seperti kendaraan yang mengalami gangguan teknis atau sebagai tempat evakuasi kendaraan yang mengalami kecelakaan.
Pengaspalan lapisan teratas bahu jalan tol juga dibuat dengan standar lebih rendah dibanding dengan pengaspalan lapisan teratas badan jalan. Bahu jalan tol memiliki prrmukaan yang lebih kasar karena memang tidak dirancang sebagai lajur untuk melaju dengan kecepatan tinggi.
Dengan demikian tindakan menggunakan bahu jalan untuk menyalib jelas berbahaya karena tiga sebab.
Pertama, sebagai tempat evakuasi kendaraan bermasalah, bahu jalan adalah tempat yang sangat berbahaya untuk melaju apalagi dengan kecepatan tinggi.
Kendaraan yang melaju di badan jalan dan tiba-tiba mengalami gangguan punya hak untuk decara tiba-tiba menepi ke bahu jalan. Bayangkan jika Anda sedang ngebut di bahu jalan dan tiba-tiba ada kendaraan yang menepi ke bahu jalan, apa yang akan lakukan?
Di tikungan atau di tanjakan maupun turunan di mana jarak pandang terbatas, sebuah kendaraan yang melaju kencang di bahu jalan bisa dikejutkan oleh kendaran bermalah yang terparkir di bahu jalan.
Kedua, karena tidak dirancang untuk kecepatan tinggi maka permukaan bahu jalan yang kasar pada dasarnya berbahaya untuk ban kendaraan.Â
Ketiga, mendahului dari sisi kiri adalah suatu tindakan yang sangat berbahaya.
Di Indonesia di mana stir ada di sisi kanan, tindakan mendahului harus dilakukan dari sisi kanan.
Ada suatu daerah di sisi kiri pengemudi yang tidak tertangkap dalam kaca spion kiri dan tengahnya yang umum disebut sudut mati. Pengemudi tidak selalu bisa melihat kendaraan yang datang dari arah belakang kiri terutama yang masuk dalam zona sudut mati itu.
Akibatnya akan sangat mudah bahwa seorang pengemudi tidak mengantisipasi bahwa ada kendaraan lain dengan pengemudinya yang tidak pintar yang melaju kencang di sisi kirinya di bahu jalan.
Kedua, melaju dengan kecepatan rendah di lajur untuk mendahului (terkanan)
Lajur terkanan di jalan tol ditancang sebagai lajur untuk mendahului. Seorang pengemudi seharusnya memakai lajur tersebut jika dan hanya jika ia ingin mendahului kendaraan di depannya. Setelah melakukan manuver mendahului, yang bersangkutan wajib kembali ke lajur kiri.
Namun demikian, melaju santai dan menetap di lajur kanan, tanpa maksud mendahului, nampaknya sudah menjadi kebiasaan sebagian pengguna jalan tol. Mungkin hal ini dilakukan karena dengan melaju di lajur terkanan, Anda akan merasa nyaman karena akan jarang terhalang kendaraan yang melaju dengan lambat.
Tapi tahukah Anda betapa melaju santai di kanan adalah tindakan berbahaya dan egois?
Pertama, kendaraan lambat yang melaju di lajur terkanan beresiko sangat tinggi untuk ditabrak oleh kendaraan yang memang sedang ber-manuver mendahului. Hal ini terutama sangat potential untuk terjadi di tingkungan atau tanjakan/turunan dengan jarak pandang terbatas.
Minimum kendaraan yang benar-benar bermaksud mendahului akan terpaksa melakukan pengereman mendadak yang sangat membahayakan.
Kedua, kendaraan yang melaju santai di lajur terkanan akan memaksa kendaraan yang lain untuk mendahului lewat lajur kiri atau yang lebih lambat.Â
Bahaya yang terjadi adalah sama dengan resiko mendahului dari sisi kiri seperti saya uraikan sebelumnya.
Lebih bahaya lagi adalah jika kendaraan yang melaju lambat di sisi terkanan menjadi pemicu kendaraan yang lain untuk melakukan pelanggaran yang lain yaitu: menyalip lewat bahu jalan. Hal ini yang sering terjadi saat di lajur lambat ada kendaraan yang bergerak dengan kecepatan rendah.
Akhirnya, penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengerti mengapa pengguna tol di Indonesia cukup banyak yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas alias sistem.
Ketidaktahuan akan sistem? Atau ketidakpercayaan pada sistem?
Ketidaktahuan akan sistem yaitu peraturan lalu lintas di jalan tol tentu harus diatasi dengan perbaikan pada penyelenggaraan pendidikan dan sertifikasi atau perijinan berlalu lintas (mengemudi).
Yang mengerikan adalah jika yang terjadi sebenarnya adalah ketidakpercayaan kita pada sistem (aturan lalu lintas). Karena hal ini bisa jadi adalah gunung es dari perilaku kita sendiri yang mungkin tidak percaya terhadap segala sistem yang dibuat dan diberlalukan di kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya berlalu lintas tapi juga di segala aspek hidup sosial.
Mengutip lirik lagunya rapper cewek Amerika Dessa Wander:Â I hope I'm wrong.
Cirebon, 23 oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H