Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Kolonial 13: "Oplossen" yang Bikin "Zenuwen"

2 Maret 2021   11:30 Diperbarui: 2 Maret 2021   12:52 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syahdan bangsa Indonesia bukan bangsa peminum. Hal ini misalnya dapat diketahui dari fakta bahwa kita tidak punya kata-kata untuk diucapkan pada saat bersulang (minuman beralkohol).

Bahasa Inggris misalnya memiliki kata "cheers!", bahasa Perancis punya kata "sante!" (dengan e beraksen aigu), bahasa Spanyol "salud!", bahasa Belanda "proost!" atau "gezonheid!". Ada yang tahu kata apa yang biasa diucapkan dalam bahasa Indonesia untuk bersulang?

Yang mengherankan, walau kita bukan bangsa peminum, namun kita punya kata "minuman oplosan". Secara kasar kita semua mengerti bahwa minuman oplosan adalah minuman keras tak terdaftar secara resmi yang dibuat secara asal-asalan.

Kata oplosan sendiri adalah kata serapan dari kata kerja dalam bahasa belanda 'te oplossen' yang artinya ada tiga yaitu (i)melarutkan, (ii) mencampurkan berbagai cairan dan (iii) memecahkan masalah.

Minuman 'oplossen' membuat 'zenuwen'?

'Zenuwen' adalah kata serapan dari bahasa Belanda. Kata ini adalah bentuk jamak dari kata benda 'zenuw' yang artinya syaraf. Dalam bahasa Indonesia informal kata zenuwen yang arti aslinya syaraf-syarafbergeser menjadi kata sifat 'senewen' yang artinya cemas. Kata cemas sendiri dalam bahasa Belanda yang benar adalah zenuwachtig.

Mengapa minuman oplosan mencemaskan atau membuat senewen?

Yang mencemaskan atau membuat senewen dari minuman oplosan adalah bahan pembuatannya yang bisa menyebabkan kematian, kebutaan, atau kelumpuhan lainnya. Bahan yang diketahui sering dipakai adalah methanol yang bukan alkohol untuk dikonsumsi mahluk hidup, obat anti gigitan nyamuk, obat demam, sampo, air aki, dan lain-lain zat mengerikan untuk diminum.

Lebih membuat senewen lagi adalah angka kematian yang disebabkan langsung dari meminum miras oplosan di Indonesia seperti yang dapat dilihat di grafik yang saya buat ini.

Dengan mengumpulkan berita-berita lewat mesin pencarian google saya (lihat tabel data di bawah tulisan ini), saya dapat menemukan 26 kasus atau pemberitaan selama setahun terakhir. Jumlah kematian yang bisa saya catat dari26 kasus itu adalah 73 korban jiwa, yang berarti 2,8 kematian per kasus. Tentu saja, metode pencarian saya tidak menghasilkan data yang lengkap atau komprehensif. Tidak semua kasus kematian akibat miras oplosan diliput oleh media massa dan tidak semua kasus yang diliput, tersedia dalam pencarian google yang saya lakukan.

Dengan demikian angka 26 kasus dan 73 korban jiwa akibat konsumsi miras oplosan adalah angka-angka minimum selama setahun terakhir.

Dari data yang tidak komprehensif ini dapat dihitung bahwa tiga propinsi jumlah kasus terbanyak adalah Jawa Timur (41%), Jawa Barat (27%), dan Banten (10%) dengan persentase kematian dari total adalah 35%, 31 dan 8%.

sumber: dok pribadi
sumber: dok pribadi

Apakah angka minimum 73 kematian akibat miras oplosan selama setahun merupakan angka kematian yang tinggi?

Menurut Centre for Indonesia Policy Studies (CIPS) seperti dikutip pojokjabar.com (2018), data komprehensif yang mereka kumpulkan antara 2014 hingga 2018 menunjukan jumlah kematian akibat konsumsi minuman beralkohol oplosan sebanyak 546, atau sekitar 109 kematian per tahun. Angka ini hampir tiga kali lipat lebih tinggi dari periode sebelumnya, yaitu pada era sebelum pembatasan penjualan miras diatur peraturan pemerintah. Pada era waktu 2008 hingga 2013, angka kematian akibat konsumsi miras oplosan 'hanya' yang berjumlah 232 atau 38 kematian per tahun.

Ada tiga kesimpulan yang bisa ditarik.

Pertama, selama setahun terakhir minimal telah terjadi 73 kematian (26 kasus) di seluruh Indonesia akibat konsumsi miras oplosan. Angka dari data yang tidak komprehensif ini tidak kecil mengingat data lengkap (komprehensif) CIPS antara 2008 dan 2013 hanya mencatat rata-rata 38 kematian per tahun sementara data lengkap antara 2014 dan 2018 mencatat rata-rata kematian 109 per tahun.

Kedua, rata-rata terjadi 2,8 kematian per kasus. Hal ini menunjukan bahwa miras oplosan dikonsumsi secara beramai-ramai atau dalam pesta miras.

Ketiga, propinsi-propinsi di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten menunjukan persentase nasional yang tinggi. Adalah hal yang menarik untuk dikaji bahwa daerah-daerah tersebut bukanlah daerah yang dianggap memiliki kearifan lokal yang membudidayakan minuman keras tradisional yang dituju dalam Perpres no 10 tahun 2021 tentang investasi miras yang baru dikeluarkan.

Akhir kata, penulis sengaja tidak memberikan rekomendasi apa-apa lagi tentang bagaimana sebaiknya pemerintah memerangi minuman keras oplosan. Bisa dipahami bahwa mungkin hal-hal seperti ini masih tabu untuk dibicarakan, keberadaannya masih dipungkiri atau tidak dianggap penting oleh kita semua.

Kematian akibat konsumsi miras oplosan yang diliput media massa yang dihimpun dari pencarian google setahun terakhir (dok.pribadi)
Kematian akibat konsumsi miras oplosan yang diliput media massa yang dihimpun dari pencarian google setahun terakhir (dok.pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun