Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernikahan Sejenis di Depan Mata… Kita

5 Juni 2015   20:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:20 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup kaget juga saya sewaktu hari Sabtu kemarin secara kebetulan melihat dua orang mempelai suatu pernikahan keluar dari gedung balai kota di suatu kota di Belgia di tengah sambutan keluarga dan teman-teman mereka.

Yang membuat saya kaget adalah bahwa kedua mempelai pernikahan adalah dua orang… pria!

Sebenarnya tidak pada tempatnya buat saya untuk kaget karena Belgia sudah sejak tahun 2003 memperbolehkan dua orang berjenis kelamin yang sama untuk melangsungkan pernikahan di catatan sipil. Belgia adalah negara kedua di dunia yang melegalkan pernikahan tersebut setelah Belanda memperbolehkannya terlebih dahulu pada tahun 2000.

Awalnya Anti Diskriminasi

Disahkannya pernikahan homoseksual di negara-negara barat pada umumnya diwarnai perjuangan lobi politik dan hukum yang panjang dari mereka yang mengharapkan adanya persamaan hak bagi kaum homoseksual.

Di Belgia misalnya lobi mereka yang pro akan pernikahan sejenis telah berlangsung paling tidak sejak tahun 1990. Perancis yang baru pada tahun 2013 mengesahkan pernikahan ini mencatat perjuangan kaum homoseksual di bidang hukum sejak tahun 1980-an.

Di satu sisi ada suatu realitas atau kenyataan yang mulai diterima oleh masyarakat umum mulai pada tahun 80-an di Eropa Barat bahwa kaum homoseksual  adalah juga bagian dari masyarakat. Di sisi lain di masa yang sama timbul juga keprihatinan kalangan masyarakat tertentu atas tindakan-tindakan dikriminasi atas kaum homoseksual  termasuk tindakan-tindakan kriminil yang berlandaskan kebencian atas kaum homoseksual atau tindakan homofobia.

Berlandaskan dua hal inilah kaum homoseksual dan mereka yang mendukung perlahan mendapat pengakuan secara hukum di negara-negara di Eropa Barat. Sepanjang tahun 90-an nyaris hukum dan peraturan dibuat dan disahkan di berbagai negara untuk menekan tindakan diskriminasi terhadap kaum homoseksual termasuk angka tindak kriminal bermotifkan homofobia. Di Belgia misalnya hal ini diresmikan lewat UU 10 Mei 2007 tentang tindakan berkarakter homofobia sementara di Perancis ada peraturan ketenagakerjaan 225-1 dan 225-4 yang melarang pengambilan keputusan terkait dengan karir dan lowongan kerja atas dasar orientasi seksual.

Kelanjutan dari pergerakan ini sekarang telah menuai hasilnya. Selain Belanda, Belgia dan Perancis tercatat ada 6 negara Eropa lainnya yang telah melegalkan pernikahan sejenis. Brasil, Argentina, Kanada, Australia, Selandia Baru dan Afrika Selatan adalah negara-negara di luar Eropa yang mengesahkan pernikahan sejenis. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat juga mengakusi secara sah pernikahan model ini.

Belanda masih jauh?

Di negeri kita, pasal 1 UU Nomor 1 tahun 1974 jelas mendefinisikan perkawinan sebagai suatu “ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita…” Dengan adanya UU ini maka jelas dan tidak dapat ditawar-tawar bahwa saat ini pernikahan sejenis tidak ada tempatnya secara hukum di Republik Indonesia.

Bagaimana di masa mendatang?

Adalah suatu realitas yang semakin lama semakin tidak bisa kita sangkal bahwa di Indonesia pun hidup warga negara dengan orientasi seksual sesama jenis dengan jumlah yang tidak sedikit. Sebagai warga negara tentu mereka pun punya hak untuk diperlakukan sama di mata hukum, misalnya di bidang pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sosial sehari-hari.

Ada atau tidaknya diskriminasi atas dasar orientasi seksual adalah suatu hal yang sejauh ini kita tidak tahu. Selain masih jadi hal yang tabu, adalah sulit bagi kita sekarang ini untuk mencari hasil penelitian apalagi data statistik tentang kasus diskriminasi maupun homofobia di negeri kita.

Bagaimana urgensi akan perlunya UU anti diskriminasi di negeri kita? Saat ini mungkin masih rendah. Namun jika memang benar banyak terjadi kasus diskriminasi di negeri kita atas kaum homoseksual, dan di tengah globalisasi gaya hidup yang terus terjadi rasanya hal ini adalah suatu topik yang patut mulai kita pikirkan.

Lebih jauh lagi, apakah kita akan terus mampu mempertahankan definisi perkawinan sebagai ikatan antara seorang pria dan wanita? Bagaimana kita dengan logika bisa menolak definisi perkawinan modern sebagaimana didefinisikan dewasa ini misalnya oleh UU Belgia sebagai hubungan formil antara dua orang dengan tujuan utama untuk membentuk suatu komunitas yang langgeng (tanpa batas jenis kelamin!) ?

Sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu rakyat Irlandia yang berbasis Katolik yang kuat mungkin tidak pernah membayangkan bahwa di suatu hari pernikahan sejenis adalah legal di negara tersebut. Bulan Mei yang lalu lewat referendum yang melibatkan seluruh warga, negara itu telah menyetujui untuk mensahkan pernikahan tersebut.

Saat tuntunan itu muncul di Indonesia, semoga kita punya kesiapan logika.

Untuk menolaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun