Ya, saat itu dua kelompok massa berhadap-hadapan di suatu jalan raya di Jakarta Timur. Dua kelompok dari dua kampung yang berbeda yang hanya dibatasi oleh suatu jembatan jalan raya yang kebetulan juga jadi basis massa dua partai yang berbeda.
Saya sendiri jadi bagian dari satu kelompok, berdiri di ujung gang dengan sebalok kayu di tangan siap mementung kalau warga kampung lain menyerang. Di sebelah saya seorang Opa menyandang anak panah di punggung dan busur di tangan. Di depan saya, tetangga sebelah rumah yang saya panggil Om, saya lihat geram sambil mengayun-ayunkan parang. Kami baru bubar setelah puluhan petugas PM dan kepolisian diturunkan.
***
Masa kampanye Pilpres 2014:
Pertempuran virtual di dunia maya mengganti pertempuran fisik di lapangan.
Pertempuran ide, entah benar entah sesat, yang begitu intensif (24/24 jam, 7/7 hari) entah kenapa lama-lama buat saya menimbulkan rasa begah.
Begah karena pengkultusan individu yang semakin lama semakin keterlaluan, begah karena pembohongan-pembohongan yang disengaja, begah karena pembodohan diri yang disengaja (dan dipamerkan), begah atas berita-berita politik yang isinya tidak jauh dari gossip dan terutama  begah karena akhirnya saya masih aja ikut-ikutan bawa-bawa balok kayu siap untuk mementung...
Kalau Satchmo masih hidup, mungkin dia akan menyengir ke saya sambil meneruskan nyanyi:
Sometimes I'm up, sometimes I'm down
O yes Lord
Sometimes I'm almost to the ground
O yes, Lord...
---------------
*KM1: Kamis Melodis Bagian Pertama