Mohon tunggu...
Riyadijoko Prastiyo
Riyadijoko Prastiyo Mohon Tunggu... Penulis lepas -

Pemuda, Pembaca, Penulis, Pengamat Sejarah dan Penikmat Sastra. www.theriyadijoko.info theriyadijoko@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yuyun dan Wanita-Wanita yang Terkalahkan

6 Mei 2016   16:21 Diperbarui: 6 Mei 2016   16:55 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yuyun dan Tokoh Perempuan (Ilustrasi: Karya Kolase Penulis)

Di awal bulan Mei ini, di samping menyambut kedua hari raya agama Samawi yang bergandengan, kita seolah dipaksa merefleksikan kembali sejarah oleh peristiwa yang tejadi beberapa hari terakhir. Peristiwa tersebut bagaikan tamparan keras di tengah hari pendidikan. Mulai dari mahasiswa membunuh dosen di Sumatera, hingga siswi SMP yang diperkosa dan dibunuh belasan pemuda dan pelajar di Bengkulu.

Memasuki bulan Mei, kita akan selalu ingat pada hari sakral bagi kaum kelas pekerja. Lebaran bagi para kaum buruh yang diperingati setiap tanggal satu. Tapi apa yang memebedakan hari raya kaum buruh dan hari raya keagamaan adalah esensinya. Jika hari raya adalah suatu kemenangan, maka hari buruh adalah kemenangan yang masih diperjuangkan dan terus diperjuangkan sampai kapanpun. Kemenangan di sini bukanlah suatu kemenangan dalam pertandingan, dimana sang pemenang dapat menjadi juara bertahan – serta terlihat jelas – mana lawan dan mana kawan. Kemenangan tersebut adalah kemerdekaan dan keadilan, yang suatu waktu akan terampas, dengan atau tanpa disadari.

Hari buruh adalah hari yang tepat merefleksikan Marsinah sebagai figur perjuangan. Marsinah hilang dan ditemukan terbunuh di hutan di daerah Sidoarjo, setelah menyambangi markas Kodim dan meminta agar kawan-kawannya sesama buruh, dilepaskan. Marsinah mati dibunuh beberapa hari setelah hari Kartini. Kematian Marsinah bagaikan tulah dari kebudayaan yang lahir di masa Orde Baru, dimana parade kebaya dijadikan doktrin patriarki terselubung. Marsinah memang bukanlah aktor intelektual seperti Kartini, yang mampu surat-menyurat dengan kawannya di negeri Belanda. Kita mungkin tidak akan pernah menemukan sajak ataupun esai seputar pemikirannya. Tapi apa yang diperjuangkannya, bagaikan konfrontasi penghabisan yang pernah ditorehkan Cut Nyak Dhien dalam perlawanan terhadap Belanda. Cut Nyak Dhien kalah dan diasingkan oleh Belanda ke Sumedang hingga akhir hayatnya, sementara Marsinah hilang dan ditemukan terbunuh di hutan dengan hunusan bambu di kemaluannya.

Sejarah, kelam ataupun indah, akan selalu terulang sebagaimana repertoar yang telah dipersiapkan. Manusia hanya menjadi pemeran dari lakon yang telah ia pilih. Apa yang dialami Yuyun dengan apa yang dialami Marsinah, dua dekade sebelumnya dan di bulan yang sama, merupakan hal yak tak jauh berbeda. Yuyun adalah korban dari pemuda yang memilih lakon Iblis, yang mabuk dan dikuasai nafsu birahi. Marsinah adalah korban dari korporat dan aparat berlakon Iblis yang mabuk kekuasaan. Oleh karena itu, dalam hidup manusia hanya punya dua pilihan: Menjadi Iblis yang dikuasi kemabukan dan mabuk kekuasaan, atau menjadi manusia pejuang yang rela mati dan terkalahkan – serta jumawa meskipun meraih kemenangan.

Kartini, Cut Nyak Dhien, hingga Marsinah bukanlah figur yang berakhir dengan kemenangan. Bahkan Yuyun pun dikalahkan oleh segerombolan pelakon Iblis yang tak pernah dibayangkannya. Tapi sejatinya, mereka adalah pemenang di hati mereka yang mulia. Mereka adalah korban dari tragedi yang tak pernah diharapkannya. Mereka adalah catatan kelam kemanusiaan.

Kemanusiaan bukanlah hujan yang turun dari langit. Ia adalah kesadaran yang harus diperjuangkan.

Karena hidup bukanlah film, dimana yang baik akan selalu menang.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun