Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

Sudah loyo

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelisik Sikap Prejudice Jokowi

15 Mei 2014   04:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Orang yang  jujur dan bersih dalam dunia politik atau birokrasi pemerintahan dianggap melawan arus, seperti itulah yang terkesan.  Sebaliknya, dalam pandagan konservative kehidupan sosial kemasyarakatan, orang yang jujur dan bersih masih memiliki tempat dimata masyarakat.

Jokowi  membangun citra yang bersih dan jujur sehingga memperoleh tempat dimata masyarakat. Sedangkan dalam dunia politik yang lebih bersikap liberal dihadapi oleh Jokowi dengan sikap prejudice.

Sikap prejudice itu  terlihat pada gagasan revolusi mental yang tidak lain merupakan sebuah justifikasi keadaan mental bangsa yang kurang baik yang menyebabkan keterpurukan bangsa ini. Bahwa niat kebaikan Jokowi akan diganjal  jika  dia mengundurkan diri, DPRD tidak akan mengizinkan pengunduran diri  sehingga gagal nyapres. Hal ini dipakai  sebagai alasan hanya mengambil cuti.

Apakah benar Jokowi adalah orang jujur dan bersih ?.   Dapat dikatakan tidak. Sebab, orang jujur dan bersih tidak akan mampu bersaing dalam politik yang liberal. Dalam dunia politik yang liberal lebih mengedepankan  ekonomi ketimbang moral.  Moral akan terbentuk dengan sendirinya manakala rakyat sejahtera sebagai landasan tertib hukum. Sehingga disini, hukum menjadi alat pemaksa  agar masyarakat tertib sebagai landasan pembentukan mental dan moral itu.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi hanyalah strategi politik dalam pesaingan yang liberal, sikap prejudice telah membangun sikap pendukung yang militan. Sikap  seperti inilah  salah satu pendorong  black campaign yang  justru akan merugikan Jokowi sendiri.

Bagaimanapun, dalam pergaulan sosial kemasyarakatan, sopan santun masih dikedepankan, sikap militan yang kadang brutal dari pendukungnya justru akan menurunkan  simpati. Seperti hasil survei lembaga riset Vox Populi Survey menunjukkan elektabilitas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengalahkan elektabilitas Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), yakni mencapai 33,1 persen. Dalam riset yang menggunakan hampir 4.000 responden secara nasional itu, elektabilitas Megawati mencapai 15,4 persen, sementara Jokowi mendapatkan 10,1 persen.

Prabowo Subianto, dalam temuan survey tersebut  dianggap sebagai antitesa dari gaya kepemimpinan pemerintahan saat ini yang dianggap bertanggungjawab atas terbentuknya pemerintahan yang korup, penakut, tebar pesona, buang badan (memindahkan tanggung jawab dan kesalahan ke pihak lain), dan peragu.

Terlepas benar tidaknya hasil survey tersebut adalah sebuah pendapat  yang timbul dari sikap prejudice yang dikembangkan oleh Jokowi. Namun demikian,  kita harus mellihatnya dari sisi pencarian dukungan politik  sehingga kita tidak terkecoh oleh pencitraan baik dan buruknya. Sebab, yang kita saksikan saat ini adalah sebuah kampanye  politik yang saling menjatuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun