Capres Partai Gerindra, Prabowo Subianto mendapat dukungan dari keluarga pahlawan reformasi Elang Mulia Lesmana, yaitu Hira Teti sang ibunda. Menurutnya, Prabowo merupakan korban politik yang dimanfaatkan oleh lawan politiknya jelang Pilpres 2014.
Inilah lucunya politik, keluarga korban sendiri merapat ke Prabowo, sementara LSM heboh menyuarakan pertanggungan jawab mengatas namakan korban. Siapa yang harus dipercaya ?.
Kalau kita melihat keberada LSM adalah juga kekuatan politik diluar parpol. Sebab, sudah mejadi rahasia umum ditengah masyarakat bahwa LSM juga dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kepentingan perorangan untuk berbagai kepentingan.
Ketika saya menghadapi suatu masalah, banyak LSM yang menghubungi saya menawarkan diri membela saya dengan menggelar demo. Untuk menggalang massa perkepala sekian, tinggal menghitung saja berapa kuatnya kita membayar untuk mengerahkan massa agar kepentingan kita diperhatikan.
Apalagi untuk masa menjelang pilpres, etikanya para kontestan tidak saling menjatuhkan, namun bisa saja untuk jatuh menjatuhkan menggunakan tangan LSM. Sebab, kita sudah sama-sama tahu, persaingan politik saat ini bukan tanpa bagasi penuh uang dan karena ada uang itu orang beredia bekerja.
Sudah diakui oleh PDIP, itu patut diapresiasi, bahwa gerak team sukses dibayar, bukan kerja bakti. Karena itulah filosofi membela siapa yang bayar lebih mengedepan, soal siapa yang benar tidak berlaku.
Tidak pula menjustifikasi semua LSM seperti itu, namun LSM yang menyuarakan politik tidak terlepas dari urusan yang tidak etis ditangani oleh parpol.
Paling tidak, seperti yang saya sebut diatas, keluarga korban sendiri merapat ke Prabowo, sementara LSM heboh menuntut pengusutan Prabowo.  Hal ini menimbulkan pertanyaan, LSM itu benar benar mewakili korban atau hanya heboh kalau ada yang memesan.
Namun, ini hanya sekedar pandangan pribadi berdasarkan apa yang saya temui, tak bermaksud menggenaralisir semua LSM seperti yang saya gambarkan diatas. Ada LSM yang memang benar-benar bekerja sesuai patron yang umumnya berafiliasi dengan LSM dunia yang memang memberikan biaya dan umumnya tidak berkait dengan urusan politik, apalagi menjelang pilpres.
Adalah menjadi tantangan bagi LSM yang memang bekerja untuk sebuah perjuangan sebab menjamurnya LSM saat ini hanya menjadi kedok untuk mencari uang. Apalagi LSM didaerah, dengan alasan mengawasi pembangunan, ujungnya cari uang tutup mulut.
Seperti yang diangkat oleh beberapa LSM yang mempersoalkan pelanggaran HAM kepada Capres Prabowo Subianto. Seyogyanya yang dilihat adalah instrumen hukum yang dimiliki oleh negara ini. Empat presiden mulai dari BJ Habibie,Gus Dur,Megawati dan SBY, pelanggaran HAM yang ditudingkan kepada Capres Prabowo tidak pernah diusut. Sesungguhnya instrumen hukum yang ada tidak bertindak karena sudah menjadi keputusan politik, kasus sudah ditutup rapat-rapat.
Tak berbeda dengan halnya dengan korban pembersihan PKI dengan alasan bahaya laten komunis. Jumlah korban diperkirakan mencapai lebih satu juta jiwa, tak ada teriakan LSM untuk mengusut karena sudah diterima sebagai keputusan politik.
Barangkali kita harus menengok kenyataan politik yang ada sekarang, ex rezim orde baru masih eksis, yang tumbang hanya Suharto. Dan itu sebuah kenyataan politik bahwa yang berganti hanya pimpinan nasional. Secara umum,  yang berperan dalam politik saat ini adalah anak didik Suharto, anak Golkar yang merupakan partai single mayority rezim orde baru. Adalah hal yang mustahil untuk mengussut keputusan rezim yang memerintahkan militer bertindak represif kepada para penentang rezim. Sebuah kenyataan politik, sudah empat presiden berkuasa, pelanggaran HAM yang ditudingkan kepada Prabowo tidak pernah diusut, mungkin dapat dijadikan renungan, mengapa ?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H