Rabu ( 8/10) kemarin, DR. Sonny Harry B Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi  Universitas Indonesia (LDFE UI) dihadapan para Kompasioner Batam bertempat di De Arianis Cafe memaparkan maksud dan makna dibalik istilah Bonus Demografi. Jujur saya termasuk orang yang baru pertama kali mendengar istilah Bonus Demografi. Melalui pemaparan Kepala LDFE UI ini saya mendapat pencerahan tentang Bonus Demografi. Saya menangkapnya istilah Bonus Demografi sebenarnya merupakan jembatan keledai untuk memahami suatu keadaan yang sedang dan akan kita alami sebagai komunitas warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni keadaan dimana potensi manfaat ekonomi akan kita nikmati ketika jumlah penduduk didominasi oleh usia produktif.  Doktor Sony menggambarkan dengan perumpamaan dua buah rumah yang diisi masing-masing sepuluh orang. Rumah pertama, diisi oleh depalan orang usia produktif (15-64) dan dua lansia. Sementara rumah kedua, diisi oleh delapan orang lansia dan dua orang usia produktif. Rumah mana yang  memiliki tingkat perekonomian lebih baik. Tentu rumah yang pertama dimana delapan orang usia produktif akan menanggung dua orang lansia. Hal itu tentu lebih ringan dari pada dua orang usia prodktif yang harus menanggung delapan orang lansia. Keadaan itu seperti gambaran rumah pertama tentu akan semakin meningkatkan kesejahteraan kita secara ekonomis ketika mampu mengelola sumber daya yang ada dengan baik. Sebaliknya jika keadaan itu yang terjadi justru sebaliknya, usia produktif justru tidak produktif dan konsumtif, bencana dan petaka akan kita alami dan sudah didepan mata. Keadaan itu sedang kita alami sejak tahun 2012 dan akan terus kita alami hingga tahun 2045 terang Doktor Sony.
Sudah didepan mata usia produktif akan lebih banyak dibanding usia tidak produktif di negara kita tercinta. Kondisi itu tentu membutuhkan lapangan kerja yang dapat menyerap mereka untuk usaha-usaha yang produktif. Ini tanggung jawab kita semua. Tidak bisa kita sebagai warga negara hanya menyerahkan urusan itu pada pemerintah. Pemerintah yang harus menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dengan mendatangkan para investor asing. Tidak. Kita semua sebagai elemen negara  mesti ambil bagian untuk menghadapi situasi dan menyambut Bonus Demografi ini. Pemerintah dan swasta harus bareng-bareng. Pemerintah menyediakan iklim usaha yang baik, dan swasta bahu-membahu meningkatkan investasinya terlebih untuk usaha-usaha produktif yang padat karya.
Satu sisi lain, pribadi yang akan memasuki masa Bonus Demografi  tersebut harus dilengkapai dan dipersenjatai dengan skill yang memadai. Keluarga sebagai elemen dasar, tempat pertama untuk membekali anak-anak  tidak bisa lari dari tanggungjawab ini. Orang tua memegang peran penting menyiapkan pribadi-pribadi yang kreatif, inovatif dan berani bertanggungjawab.  Lembaga keuangan diharapkan mendorong para enterpreneur-enterpreneur  muda untuk mengembangkan usahanya. Intinya kita semua harus bahu-membahu ambil bagian dalam menyambut tantangan yang besar itu agar tetap survive seperti Jepan, Korea dan Taiwan. Kita harus berani belajar dari negara yang telah gagal menghadapi masa Bonus Demografi seperti Brazil dan Afrika. Kita musti cancuttaliwondo yakni semua elemen masyarakat terlibat dan ambil bagian secara aktif sesuai peran dan fungsinya masing-masing. ~*~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H