Mohon tunggu...
Joko Kristiono
Joko Kristiono Mohon Tunggu... Konsultan - Berkah Dalem

Putra Bangsa Kelahiran Semarang. Mencintai keheningan, berusaha terus menerus cinta damai terhadap setiap makluk.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bermimpi, menjadi Maestro

15 Mei 2012   08:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:16 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu usaha untuk mencapai sebuah impian adalah mendekati, mencari, mamajang apa yang dimpikan tersebut. Semisal bermimpi memiliki sebuah mobil, bisa saja sering melihat-lihat model-model mobil si showrum mencari referensi dll.  Inilah salah satu hal yang saya lakukan. Bertemu dengan Maestro, Arbain Rambey, Minggu (13/5), pemegang title Sarjana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung tahun 1988, dimana salah satu buku karya fotonya adalah ‘Indonesia, Mist of Time’ yang diterbitkan oleh Waterous & Co., London pada tahun 2005. Beliau pernah memenangkan beberapa penghargaan fotografi dari berbagai lomba foto bertaraf nasional  dan Internasional. Selain bekerja sebagai fotografer di Harian Kompas, Arbain Rambey juga mengajar dibeberapa universitas seperti Universitas Pelita Harapan, Universitas Media Nusantara dan Darwis School of Photography. Sang Maestro juga kerap mengadakan pameran foto baik secara bersama dengan fotografer lain atau pameran foto tunggal seperti Ekspresi (Medan, 2002), Mandailing (Medan, 2002), Senyap (Bentara Budaya , Jakarta, 2004) dan Colour of Indonesia (Galeri Cahaya, Jakarta, 2004).

Bertemu dengan Seorang Maestro, diharapkan muncul inspirasi-inspirasi untuk terus berkarya. Ada pencerahan, ada hal-hal baru bahkan gagasan yang dapat membalikkan persepsi yang selama ini mungkin salah kaprah. Salah satunya adalah Lensa "Sapu jagad". Dalam Workshop kali itu, beliau banyak sharing berkaitan dengan photo-photo hasil jepretannya menggunakan lensa 18-270. Sebuah realita yang mungkin tidak diketahui oleh orang pada umunya ditangkap dengan komposisi yang spektakuler. Moment yang menjadi salah satu ukuran sebuah photo dinilai baik/tidak ditambah lagi ekspresi. Beliay sharing bahwa kamera yang telah dibuat sedemikian canggih, tentu dapat berkerja dengan maksimal. tapi lebih maksimal jika ditambah dengan komposisi yang nbaik serta moment yang pass dan tak kalah menariknya ekprsi yang ekpresif. Menurutnya, tak perlu malu menggunakan tool Auto. Biarlah sistem yang berkerja, dan kita sabagai manusianya melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh sistem, kamera.

Tapi, jika beliau berpendapat demikian itu memang benar, karena beliau Sang Maestro telah berpuluh-puluh tahunn melakukannya secara manual, bahkan full manual. Tapi untuk saya generasi saat ini,  apakah akan langsung pakai yg full Auto? Setidak-tidaknya tahu dan mengerti cara kerja kamera.

Setelah kurang lebih, 7 (tujuh) jam bersama Sang Master dalam seni photograpy, rasanya masih kurang. Masih banyak saya rasa ilmu yang dapat diserap dari sang Maestro photograpy tersbut. Jujur, sederhana, apa adanya, terus berkarya, terus membuat. Ada satu hal yang saya ingat dengan baik. Sebuah photo dikatakan baik, bagus jika sebuah photo tersebut dapat membuat penikmatnya merasa kagum. Rasa kagum inilah yang menurut saya menjadi kata kunci dari seluruh pertemuan dengannya. Kagum dengan karyanya, kagum dengan sepakterjangnya, kagum dengan keberadaannya. Terlebih kagumg dengan Dia yang telah memberikan keberadaannya di tengah-tengah dan diantara kita sekalian.

Demikian celoteh  seorang anak yang kagum dengan apa yang dialaminya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun