Mohon tunggu...
Joko Hendarto
Joko Hendarto Mohon Tunggu... Dokter -

Orang Indonesia yang belajar lagi ke negeri orang...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Semenarik Apa Sih Hidup di Jepang?

6 Mei 2016   07:49 Diperbarui: 6 Mei 2016   20:38 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Buku Weedy Koshino | Dok. Pribadi

Liburan golden week kali ini, saya diselamatkan buku ini. "Unbelievable Japan" ditulis oleh Weedy Koshino, seorang perempuan Indonesia,  bersuamikan orang Jepang dan sejak tahun 2007 memilih menetap di kota Chiba. Mbak Weedy kebetulan adalah senior dari seorang kawan di Kanazawa, sama-sama dari Fisip Unpad. Buku ini sebenarnya belum selesai dibaca oleh si abang, namun saya bajak dululah. Menyelamatkan seorang bujangan agar tidak kesepian apalagi saat liburan panjang katanya pahalanya besar. Hehehe.

Sekilas judulnya seram, jangan-jangan bahasanya tingkat tinggi.  Apakah pake bahasa inggris? Tidak, bukunya ditulis dalam bahasa Indonesia yang renyah. Isinya adalah reportase ala emak-emak Indonesia yang bercerita tentang kehidupan sehari-harinya di Jepang, sebagai istri, ibu dan juga orang asing. Buku ini sebenarnya adalah tulisan-tulisan mbak Weedy dari Kompasiana yang dibukukan.

Nah, menghabiskan buku ini, saya jadi belajar banyak lagi tentang sisi-sisi Jepang yang luput dari perhatian saya, padahal saya sudah 1 tahun lebih disini. Saya sekarang jadi tahu apa sih maksud dari patung-patung berkain merah dengan sesajen yang ada di pinggir jalan sebuah tanjakan yang sering saya lewati di kota saya Kanazawa, tanjakan Asahimachi. Suasananya  bikin seram saja, sekitarnya sudah hutan bambu yang lebat, plus patung-patung itu. Baru tahu saya kalau itu justeru dipercaya orang Jepang sebagai dewa keselamatan. Harusnya tak usah takut ya. Hahaha.

Membaca buku ini rasanya campur-campurlah, kita bisa ngakak sejadi-jadinya, bisa juga kagum, marah besar, terharu dan sedih. Di tulisan pembukanya, saya tidak bisa menahan tawa saat mbak Weedy menulis soal masker. Ya, masker yang biasa dipake di rumah sakit. Beberapa kali  saya memang melihat nona-nona Jepang pake masker. Tadinya saya kira itu pasti karena flu. Tapi ternyata tidak selalu. Itu juga adalah bagian dari fashion. 

Perempuan Jepang terkenal modis dan suka berdandan. Dan jika ada yang memakai masker dan tidak flu, itu berarti mereka sedang tidak ingin menunjukkan wajahnya. Belum sempat didandani. Menunjukkan wajah asli tanpa kosmetik ternyata memalukan bagi beberapa perempuan Jepang. 

Ada satu tulisan yang sangat saya suka dalam buku ini, judulnya Hajimete Otsukai, saya belum pernah lihat sih. Semacam uji nyali bagi anak-anak Jepang usia 3-5 tahun untuk keluar dari rumah. Ini umur-umur anak TK mungkin ya. Mereka akan disuruh ibunya membeli barang kebutuhan sehari-hari di sebuah toko yang biasa mereka tempati berbelanja, sendirian dan tidak ditemani orang dewasa.

Si anak akan disuruh mencatat barang-barang belanjaannya. Diberikan dompet dan kantong belanja. Dan dipesankan bahwa barang belanjaannya itu akan jadi makan malam mereka, jadi harus sampai, jika tidak mereka sekeluarga akan kelaparan. Momen awal katanya tidak selalu mulus, ada anak-anak yang belum keluar dari pagar sudah menangis kencang, takut berpisah dari ibunya. Namun akhirnya berangkat jugalah dia berjalan kaki.

Perjalanan dari rumah ke toko kadang bisa beberapa kilometer, melewati beberapa lampu merah. Dan sampai di toko, mulailah mereka berbelanja. Ada yang bersusah payah mendorong troli yang kadang lebih  besar dari badannya. Ada yang tidak bisa mengambil barang karena letaknya yang tinggi tak bisa mereka jangkau. 

Biasanya pihak toko telah diberitahu agar tidak membantu sang anak, kecuali jika mereka minta tolong. Karena masih anak-anak, mereka belum sepenuhnya pandai menghitung saat membayar. Jadi biasanya mereka akan menyerahkan dompetnya pada sang kasir. Kasir pun paham bahwa jika ada anak kecil yang membayar dan menyerahkan dompetnya berarti itu adalah Hajimete Otsukai.

Bagian paling seru adalah perjalanan pulang, walaupun barang belanjaannya itu tak banyak dan disesuaikan dengan kemampuan sang anak. Tetap saja namanya anak-anak pasti kepayahan. Apalagi jarak dari toko ke rumah tidaklah dekat. Ada yang menangis saking tidak kuatnya. Ada yang harus beristirahat, terduduk beberapa kali di pinggir jalan. Ada yang saking tidak kelelahannya membawa barang belanjaannya, diseretlah barang itu pulang, sampai isinya tak berbentuk lagi. Tapi karena dipesankan ibunya bahwa itu untuk makan mereka nanti malam, maka anak itu memaksakan diri agar belanjaannya sampai di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun