Mohon tunggu...
Joko Hendarto
Joko Hendarto Mohon Tunggu... Dokter -

Orang Indonesia yang belajar lagi ke negeri orang...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Cerdas dengan Informasi Kesehatan di Internet

14 Juli 2015   07:04 Diperbarui: 14 Juli 2015   07:09 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat ini orang sudah bisa menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri, kelakar seorang kawan suatu ketika. Kalau sakit tinggal google saja, maka semua informasi tentang penyakit itu akan seketika tersaji. Internet jadi seperti “lampu ajaib” yang bisa menyediakan informasi apa pun yang kita inginkan. Namun seperti kata Prof Zubairi Djoerban, guru besar dari FKUI dalam artikelnya “Pasien di era Internet” yang dimuat di Republika, 6 juli 2015, internet seperti pedang bermata dua terkait informasi kesehatan. Anda bisa terbantu dengan informasi yang diperoleh dari sana untuk misalnya memutuskan tindakan medis yang akan dilakukan, namun disisi lain, juga bisa malah jadi bingung dengan begitu banyaknya informasi yang tersedia. Bisa-bisa malah tersesat jika informasi kesehatan yang didapatkan tidaklah benar.

Prof Zubairi dalam artikelnya diatas, mengutip sebuah penelitian yang dilakukan Abelhard dan Obst pada tahun 1999 dengan hasil yang sangat mencengangkan, lebih dari separuh dari situs-situs kesehatan yang ada di internet kesahihan informasinya tidak bisa dipercaya. Contoh lain, sebuah studi yang lebih baru dilakukan oleh Chung dan kawan-kawan pada tahun 2012, terkait dengan rekomendasi untuk tidur yang aman pada bayi. Asosiasi dokter anak Amerika (The American Academy of Pediatrics /AAP) telah mengeluarkan panduan untuk mengurangi resiko kematian bayi saat tertidur yang dikenal dengan “sudden infant death syndrome (SIDS)” baik karena tercekik atau gangguan lain yang terkait dengan kecelakaan pada bayi saat tertidur. Hasilnya mengejutkan, hanya 43,5% dari 1300 website yang diperiksa yang isinya sesuai rekomendasi AAP, 28,1% memberikan informasi yang tidak akurat dan 28,4% informasinya secara medis sama sekali tidak relevan. Nah, hasil penelitian seperti ini dan banyak penelitian lainnya membuat kita harus berhati-hati.

Tentu saja ini situs yang memang berisi informasi dan tindakan medis ya. Kalau ada situs yang judulnya misalnya seperti ini, (Saya coba-coba melakukan pencarian dengan kata kunci “obat stroke” dan “kanker serviks” di internet), “Obat stroke mujarab, satu jam bisa berdiri” atau “Obat kanker serviks stadium IV, terbukti ampuh”. Situs seperti itu sebaiknya dilupakan saja.

Bukan saya anti dengan obat alternatif atau produk herbal ya, tapi seperti kata Prof. Zubairi dalam artikelnya diatas bahwa sebagai penunjang boleh-boleh saja menggunakan obat herbal. Tapi tentu saja agak keliru jika kemudian obat alternatif atau produk herbal tersebut sudah diiklankan punya efek klinis yang luar biasa padahal belum punya cukup bukti ilmiah empiris lewat penelitian. Apalagi jika nantinya produk herbal tersebut dianggap bisa menggantikan terapi yang diberikan oleh dokter. Dan pada artikel ini saya tidak ingin fokus pada obat alternatif, produk herbal atau suplemen semacam itu.

Lalu dengan sangat masifnya informasi kesehatan yang bisa kita dapatkan, bagaimana cara menentukan apakah sebuah informasi layak dipercaya atau tidak? Nah, ada beberapa panduan yang bisa digunakan untuk melakukan penilaian secara kritis agar kita tidak keliru mengambil, menggunakan atau menyebarkan informasi kesehatan yang kurang benar.

Kredibilitas Situs Kesehatan

Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian atas suatu situs kesehatan. Apakah organisasi atau orang yang membuat situs itu cukup terpercaya? Apakah mereka memang punya keahlian memadai saat bicara soal kesehatan? Terkait dengan informasi kesehatan secara medis, maka untuk mudahnya, situs-situs dari institusi pendidikan yang terpercaya, lembaga kesehatan yang dimiliki pemerintah, organisasi profesi semacam IDI dan perhimpunan spesialistik di bawahnya seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan lainnya serta individu yang memang ahli di suatu bidang, mungkin bisa kita tempatkan di prioritas  yang lebih tinggi.

Kedua, sumber pendanaan situs tersebut. Ada beberapa situs yang didanai secara mandiri oleh organisasi, institusi pendidikan, individu dan tujuan utamanya memang tidak mencari profit. Jika ada sponsor pada suatu situs kesehatan, maka kita harus lebih kritis membaca informasi kesehatan yang ditayangkannya. Selalu ada kemungkinan situs tersebut akan bias saat memuat suatu informasi. Usahakan mencari sumber informasi yang lebih netral jika tersedia. Situs yang cukup bagus biasanya akan menjelaskan siapa mereka, apa tujuan situs itu ada dan juga kontak yang bisa dihubungi. Coba cari di bagian “About us” pada situs tersebut.

Ketiga bagaimana informasi kesehatan tersebut dituliskan. Jika informasinya tidak berasal dari situs itu maka seyogyanya dicantumkan link atau mungkin sitasi atas referensi yang digunakan agar pembaca bisa melakukan “cross check” atas informasi yang disampaikan. Jika ada yang mereview artikel itu sebelumnya, akan sangat bagus sekali jika keahlian reviewer dicantumkan. Kalau misalnya masalah TB Anak direview oleh dokter anak, pasti lebih terpercaya bukan.

Keakuratan Informasi

Setelah kita memastikan bahwa situs kesehatan tersebut cukup layak dipercaya, netral dan tidak punya “conflict of interest”, selanjutnya adalah melakukan penilaian atas informasi yang ditayangkan di dalamnya. Bagaimana cara melakukan penilaian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun