Mohon tunggu...
Joko Hendarto
Joko Hendarto Mohon Tunggu... Dokter -

Orang Indonesia yang belajar lagi ke negeri orang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam dan Fenomena "Cocoklogi"

10 Juli 2015   19:08 Diperbarui: 10 Juli 2015   19:08 7982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tapi kita semua tahu bahwa hasil-hasil penelitian ilmiah selanjutnya di bidang astronomi dan fisika yang telah dirintis oleh ilmuwan yang sempat dikucilkan gereja, Galileo Galilei menunjukkan fakta sebaliknya. Gereja salah, bumilah yang berputar mengelilingi matahari. Demikian pula fakta-fakta bahwa bumi itu bulat, tidak datar, akhirnya dibuktikan oleh para penjelajah eropa semacam Columbus yang menggunakan prinsip itu untuk menemukan benua baru Amerika. Untung gereja mengakui kesalahannya dan mau merehabilitasi nama Galileo Galilei pada beberapa tahun yang lalu.

Memaksakan penjelasan yang dianggap saintifik terhadap fenomena atau ritual agama boleh jadi malah tidak membuat agama menjadi lebih saintifik. Kalau tidak hati-hati bisa berubah menjadi lelucon yang tidak lucu, seperti soal warna-warna diatas dan fungsi fisiologis tubuh dihubungkan dengan waktu shalat diatas. Lebih mirip penjelasan dalam ramalan bintang atau primbon. Saya tertarik ucapan Einstein yang dikutip dalam buku John C. Lennox, God and Stephen Hawking, sebuah buku bagus yang ditulis seorang ahli filsafat sains dari Pitsburg University. Buku ini ditulis untuk menyanggah kerancuan filosofis dalam buku Hawking, The Grand Design yang berujung pada kesimpulan bahwa tak mungkin ada peran Tuhan dalam penciptaan alam semesta.

Einstein mengatakan bahwa dalam hubungan sains dan agama, dia mengambil posisi bahwa agama bisa memberi fondasi moral bagi sains, karena ya, memang sains bukan soal baik dan tidak. Kata kuncinya penjelasan moral, bukan ikut-ikutan memberikan penjelasan saintifik yang memang tidak secara detail ditemukan dalam kitab suci. Dan sebaliknya, kita tidak bisa memaksakan untuk membuat landasan santifik terhadap ajaran agama, dan saya kira juga beberapa fenomena keagamaan lainnya yang sukar dinalar. Sains tidak perlu terlalu dipaksakan memberi penjelasan atas banyak hal dalam agama yang memang cuma bisa diterima oleh iman.

Contoh kecilnya bagi umat islam soal larangan makan babi. Kok dilarang? Ada yang memberi alasan ilmiah karena daging babi bisa menyebabkan penyakit cacing pita. Taenia solium. Penyakit ini memang menakutkan. Apalagi jika kista cacingnya bersarang di otak menyebabkan epilepsi, koma hingga kematian. Tapi ya, itu kalau babinya tidak dipelihara dengan baik dan bersih. Juga dagingnya tidak dimasak sampai matang hingga kista cacingnya mati. Apakah kalau misalnya babinya bersih, dimasak sampai matang tidak menyebabkan kecacingan lalu daging babi menjadi halal? Tentu tidak bukan.

Akhirnya tulisan lepas ini mungkin sekedar atau semacam refleksi pribadi saja agar mungkin kita bisa berhati-hati agar terlepas dari jebakan "cocoklogi" yang menurut saya kurang pantas. Semoga kita bisa lebih kritis membaca sebuah berita sebelum menyebarnya ke media sosial agar kita tidak berkontribusi menyebarkan informasi yang salah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun