Di sebuah desa kecil yang bernama Sumberjo, hidup seorang pemuda bernama Joko. Joko adalah seorang guru di sekolah dasar sekaligus petani yang mengolah ladang kecil dibelakang rumahnya. Ia dikenal rajin dan tekun karena kerja keras serta semangatnya yang pantang menyerah. Ia percaya bahwa kedua pekerjaan ini sangat mulia. Karena menjadi seorang guru memberinya kesempatan untuk mengajarkan ilmu kepada orang lain sekaligus menjadi ladang amal untuknya di akhirat, sedangkan menjadi petani adalah bentuk ibadah menjaga kelestarian alam.
Setiap pagi, sebelum terbit fajar Joko selalu bangun lebih awal. Ia pergi ke ladang dibelakang rumahnya untuk merawat dan menyiram tanamannya sebelum berangkat mengajar ke sekolah. Sebelum pergi, ia selalu berdoa memohon keberkahan untuk ladangnya dan ilmu yang akan ia bagikan.
Disekolah, ia terkenal sebagai guru yang sabar dan bijaksana. Suatu hari, ia mengajarkan tentang kejujuran kepada murid-muridnya. “Anak-anak apakah kalian tahu, kalau petani tidak pernah tahu berapa banyak hasil yang akan mereka panen. Tapi jika mereka bekerja dengan jujur, maka Allah akan memberi mereka rezeki yang cukup. Dalam kehidupan, kejujuran adalah kunci. Bahkan Rasulullah SAW bersabda “Hendaklah kalian berkata jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Saat musim hujan tiba, ladang miliknya mulai dipenuhi dengan tanaman yang siap dipanen. Namun, suatu malam angin kencang dan hujan badai melanda desa itu. Banyak ladang didesanya yang rusak akibat bencana tersebut, begitu pula dengan ladang milik Joko. Joko merasa sedih karena tanaman miliknya banyak yang rusak, tapi ia tidak putus asa dan tetap sabar menghadapi ujian dari Allah SWT.
Ketika tetangganya bertanya bagaimana ia bisa setenang itu padahal banyak tanamannya yang rusak, Joko menjawab "Dalam Islam kita diajarkan oleh Rasulullah untuk bertawakkal kepada Allah. Bahkan, dalam salah satu hadist Rasulullah SAW bersabda 'Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian diberi rezeki seperti burung yang diberi rezeki, ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.' (HR. Tirmidzi). Aku hanya perlu berusaha sekuat tenaga dan untuk hasilnya, aku menyerahkannya kepada Allah karena banyak sedikitnya rezeki tergantung dia yang memberinya."
Tak lama setelah itu, seorang pembeli dari kota datang ke desanya. Pembeli itu tertarik dengan sisa hasil panen Joko yang masih segar dan memborong semuanya dengan harga yang tinggi. Dari hasil penjualan tersebut, uangnya cukup untuk menutup kerugian yang dialaminya dan membeli bibit baru untuk ditanam diladangnya.
Joko sangat bersyukur. Ia kembali ke ladangnya sambil tersenyum dibawah sinar matahari pagi. Baginya, menjadi guru dan petani adalah cara untuk menyampaikan cintanya kepada Allah. Kita menanam kebaikan dihati manusia dan menanam kebaikan di dalam tanah. Ia percaya, bahwa setiap usaha yang dilakukan dengan ikhlas akan selalu dibalas dengan kebaikan, meskipun terkadang harus melalui ujian terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H