Teori kehidupan yang dicetuskan oleh Mas Darwin bahwa manusia itu adalah mahluk sempurna hasil evolusi dan kera atau tenyom. Secara teoritis mungkin terbantahkan oleh teori Harun yahya yang mengusung relasi antara manusia sebagai mahluk berakal dan kepercayaan kepada Tuhan.
Kata Mas Darwin, mula-mula manusia itu adalah seekor kera, kemudian dalam waktu yang lama bertransformasi secara morfologis menjadi manusia sederhana atau apa yang biasanya disebut manusia purba. Lambat laun kata beliau, berubah secara morfologis menjadi manusia yang cerdas atau disebut Homo Sapiens. Sebenarnya, teori Mas Darwin ini ada sisi abstrak yang mengandung kebenaran. Bahwa, manusia itu akan kembali pada titik dimana ia tidak ada, dari lahir ke mati, dan dipandang dari segi teologis atau kepercayaan, teori tersebut bermakna mendalam terhadap ironi kehidupan akhir zaman yang semakin edan. Mungkin, teori tersebut akan berlanjut pada manusia menjadi kera lagi. Lho...maksudnya secara tingkah laku, pemikiran, kepribadian dan sebagainya akan menuju pada kondisi awal.
Dulu, jauh sebelum agama datang, kondisi kehidupan saat itu umum disebut zaman Jahiliyah atau zaman kebodohan. Sebab, pada saat itu semua perilaku manusia sama bahkan lebih buruk dari hewan. Perzinahan disembarang tempat, judi dan mabuk tak kenal waktu, pokoknya hancur saat itu. Lalu, agama datang satu per satu dan membentuk manusia-manusia yang menunjukkan hakikatnya berbeda dengan hewan dan mahluk lainnya. Manusia lebih mampu berpikir secara rasional dan beradab, manusia juga mampu membedakan mana yang baik dan buruk (menurut agama dan pendapatnya). Kemudian, ternyata kondisi kian membaik dan pada titik-titik waktu tertentu, manusia berada pada tingkat tertinggi sifat dan sikapnya, terpuji dan menjadi mahluk terbaik atau Khoirul Bariyah di jagad raya ini. Namun, setelah masa keemasan sifat dan sikap serta pemikiran manusia saat itu, kini mulai menurun dan menurun, kadar keimanan manusia pun bervolatil dan mulai gonjang-ganjing. Akankah kondisi akan terus memburuk dan kembali kepada masa Jahiliyah kembali ? (dalam pandangan Islam, Islam sendiri muncul dari keterasingan dan akan kembali kepada keterasingan).
Contoh konkret yang sesuai dengan keterangan ini adalah mengenai fenomena pakaian wanita Muslim, yaitu Jilbab. Dulu, dulu sekali saat zaman Jahiliyah, Jilbab belum dikenal oleh manusia, namanya pun berbeda-beda, di Indonesia misalnya nama keren saat itu adalah Tudung. Lalu, berevolusi menjadi Kerudung. Setelah itu, berevolusi lagi menjadi Jilbab atau ada juga yang entah salah entah benar menyebutnya sebagai Hijab. Setelah itulah, muncul komunitas yang bernama Hijabers. Saya akan mengutip selirik bait lagu yang berjudul Syi'ir Tanpon Weton karangan Mbah Eyang KH. Adurrahman Wahid atau Mbah Gus Dur berikut :
"Gampang kabujuk Nafsu angkoro....ing pepaese Gebyare Dunyo...iri lan meri sugihe tonggo, mulo atine peteng lan nisto.."
"Gampang terbujuk/terbuai nafsu angkar murka dalam hiasan gemerlapnya dunia, sifat iri dan dengki kepada tetangga (sesamannya), oleh karena itu hatinya gelap dan nista.."
Nah, lirik ini mengandung pengertian bahwa saat ini manusia itu sedang terbuai oleh modernisasi dunia. Manusia terbujuk hal yang indah sehingga melahirkan sifat iri dan kedengkiannya kepada sesama keluar. Alhasil, manusia menjadi suka meniru dan menyembah gengsinya. Nah, terkait fenomena dari Tudung, Kerudung, Jilbab/Hijab, saat ini malah menjadi lebih modern lagi, yaitu Jilboobs. Entah apa artinya kata Jilbab + ...boobs menjadi Jilboobs itu, intinya adalah mengikuti tren saat ini, sebagian besar opini tertulis dan terucap. Tetapi secara hakikatnya inilah sesuatu yang baik tapi tidak benar. Sama halnya dalam hal lain dalam Islam, saking semangatnya sholat Dhuhur 14 rakaat, baik, tetapi tidak benar.
OK. Jadi jika diutak-atik bisa kita simpulkan bahwa teori evolusi Mas Darwin itu menunjukkan sifat dan kepribadian manusia itu seperti itu, dan pasti nanti berakhir kembali seperti awal (sifat binatang). Dan hal ini sama dengan teori evolusi Jilboobs, dari Tudung - Kerudung - Jilbab/Hijab - Jilboobs
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H