Kelelahan akibat kerja kuli bangunan yang berat membuat jiwa pak Nyaprut terkapar manis pada matras tidurnya. Puncak kepenatan itu ia rasakan setelah menunaikan kesunnahan ibadah malam berjamaah. Sesampainya di rumahnya, ia menyalakan sepuntung rokoknya yang masih tertinggal lima puluh persen. Sembari ia menonton televisi hitam putihnya di ruang tamu, sebelah pojok atas tempat tidurnya. Entah bagaimana jika digambarkan posisi rumah sederhananya itu.
"kok capai benar ya, aku ?"
"ah, mungkin gara-gara kerja tadi siang itu."
Gumamnya dalam hati dihiasi dengan kebulan asap rokoknya yang tinggal satu koma sekian persen lagi habis. Pak Nyaprut memang seorang pekerja berat, tempatnya menjadi seorang kuli membuat hari-harinya penuh dengan tantangan yang besar, apalagi mengingat kini memasuki bulan puasa. Tetapi, yang membuat salut kondisi seperti itu tidak membuat wajahnya tampak nyaprut seperti namanya. Ia berangkat kerja dengan wajah ceria dilapisi dengan senyum rasa es teh hangat sehabis ia sahur setiap harinya. Ia bekerja rupanya tak mengenal cuaca hujan atau panas menyengat. Tak seperti pekerja kuli bangunan yang lain, banyak dari mereka yang terancam bolong puasanya. Maklum, kuli bangunan memang banyak menguras tenaga jiwa daripada pikiran, makanan pun yang mengisi perut terasa cepat tergerus oleh beratnya mengangkat batu dan besi.
Inilah bedanya dengan pak Nyaprut, ia tak menganggap kerjaannya itu terasa berat. Ia berkeyakinan, jika ia sedari awal sudah tak komitmen bekerja dengan ikhlas dalam kondisi puasa, tentu baginya akan memberikan sugesti bahwa bolong puasa adalah jalan terbaik agar badan tetap fit. Pikirannya tidaklah demikian. Pak Nyaprut justru memegang erat-erat keyakinannya bahwa puasa justru akan membuat badannya sehat alias ringan untuk bekerja, apapun kerjaannya. Walakin, kadangkala sehabis berjamaah ibadah malam itulah, ia merasa terlelap akibat rasa lelah.
Oleh karena kondisi itulah, di malam itu pak Nyaprut mau tidak mau harus mendamparkan tubuhnya untuk istirahat, rokoknya sudah habis dan ia matikan tertinggal seekor puntung rokoknya pada asbak dekat matras. Televisi ia matikan, dan tertidurlah ia dalam buaian heningnya malam penuh berkah itu.
Saking capainya, sukma pak Nyaprut sangat pulas tidurnya. Dan setiba watu sahur, ia terbangun 30 menit sebelum waktu subuh berkumandang. Ia lupa segalanya, ia tidak memiliki persiapan makanan untuk sahur, namun ia masih memiliki sebungkus mi rebus untuk ia santap secepat kilat. Dengan penuh kebimbangan, ia menyalakan magicom nya, maklum ia hidup sendiri dari istrinya di desa. Ia pun langsung menyalahan listrik magicom nya itu, lalu secepat kilat ia tuangkan air ke dalamnya.
"alhamdulillah, untung saja ada mi rebus, bisa sahur meski mepet..."
Hatinya berkata, kesempatan sempit pun masih ia gunakan untuk mengucap syukur. Tapi ada yang aneh saat dia menunggu lama,airnya belum mendidih, subuh sudah kurang 3 menit lagi.
"Waduh, kalau begini tidak sahur deh..ada apa ini ? kok tidak mendidih ?"
Azan subuh pun berumandang. "Allahu akbar....Allahu akbar...."