Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adab Menolak Undangan Orang Lain

2 Agustus 2014   17:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:36 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Realita kehidupan tidak sama persis dengan kehidupan yang ideal, banyak orang mengatakan "kehidupan ini tidak seindah perkataan pak Mario Teguh." Pernyataan seperti ini sering saya, atau kita dengar dari orang lain. Namun, memang demikian lah adanya, kalau kita sudah sukses, kita berbicara filsafat kehidupan sukses itu harus ini dan itu, jaminan kebahagiaan ini dan itu dengan cara ini dan itu. Itu saat kondisi kita sudah sukses, sudah mapan, sudah nyaman, tetapi, pernahkah kita berpikir orang yang mendengar kalimat golden ways atau nasihat hidup dari kita, kiat sukses dari kita, hanya di-iya-kan saja, hanya dishare saja, hanya di like saja, atau tak terasa alias hambar. Inilah penyimpangan antara kenyataan hidup dan teori ideal hidup. Banyak motivator berbicara dalam konsepnya tentang teori idealnya hidup, bukan bagaimana menghadapi kenyataan hidup.

Ini hanya selentingan pembuka saja dalam artikel ini. Dalam kehidupan kita sehari-hari, tentu ada atau kebanyakan dari kita menerima undangan untuk hadir dalam acara tertentu. Sifat dari undangannya pun beragam, ada yang wajib, sekedar formalitas, boleh tidak datang atau sifat yang lain. Perlu kita sadari bahwa seseorang yang mengundang kita untuk hadir dalam acaranya adalah bentuk kepeduliannya kepada kita, bentuk pertemanan, pertetanggaan, perkariban, atau per-per yang lainnya kepada kita. Oleh sebab itulah, seyogyanya kita hadir dalam acaranya. Lantas, kenapa kita sebaiknya hadir dalam undangannya ?

Nah, undangan itu bermakna mengajak ikut serta dengan hormat sehingga kita yang datang memenuhi undangan tersebut merupakan bentuk ucapan terima kasih, penghargaan, menyenangkan, dan membahagiakan orang yang mengundang.

Meskipun ada dari kita yang memiliki alasan khusus untuk menolak undangan secara halus, misalnya dengan berkata "mungkin", "insya Allah", "saya usahakan", dan kalimat yang lainnya. Ini adalah bentuk yang halus, namun saat ini cenderung bermakna bahwa orang yang berkata demikian merupakan bentuk pasti ketidakhadirannya memenuhi suatu undangan.

Lalu, hal apa yang seharusnya dilakukan agar kalimat penolakan halus kita terhadap suatu undangan terbungkus rapi dan beradab ?

Nah, salah satu cara dalam beradab menolak undangan adalah dengan memebrikan ucapan selamat, terima kasih, dan memberikan do'a terhadap acara pengundang kita, atau bisa juga memberikan sebuah kado ucapan selamat dan yang lainnya. Dengan demikian, penolakan kita terhadap suatu undangan dapat terpoles sangat halus dan beradab serta tetap menyenangkan hati si pemberi undangan.

Salam harmoni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun