Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) akhir-akhir ini membuat saya khawatir. Apalagi secara langsung menyaksikan puluhan ekor sapi mendadak mati dari kandang ke kandang.Â
Mirip sekali dengan pandemi Covid-19 kemarin, terutama yang versi Delta, yang merenggut ratusan nyawa dalam sekejap kehadirannya.
Entah mengapa, kehadiran negara ini merespon wabah PMK terasa lamban. Seperti seekor kukang berprofesi pelayan masyarakat dalam film Zootopia, lamban sekali pelayanannya.Â
Sudah puluhan bahwa dugaan saya, ada ratusan ekor sapi yang terinfeksi PMK dan meninggal tanpa pamit pada empunyanya.
Bukan cuma sapi pedaging, sapi perah pun ikut terkena. Populasi sapi perah yang menurun drastis beberapa bulan terakhir menyebabkan produksi susu segar anjlok.Â
Penuturan rekan saya, mantan operator sekaligus pengukur kadar kualitas susu segar, sedikit membuat saya tercengang.Â
Dalam situasi normal, produksi susu yang masuk ke perusahaan pengolah susu dikatakannya sekitar 90.000 hingga 120.000 liter per hari, adanya wabah PMK produksinya hanya mencapai sekitar 60.000 liter per hari.
"Belum lagi soal kecemasan masyarakat perihal kualitas daging sapi di tengah wabah PMK ini," tegasnya.
Bagi sebagian orang, seekor ternak sapi, entah sapi pedaging, entah sapi perah, mungkin terlihat merupakan aset pada umumnya.Â
Lain halnya bagi peternak sapi yang menggantungkan hidupnya dari setiap kilogram daging atau setiap liter susu segar yang terjual: tidak ternilai harganya.Â