Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BPS Lakukan Survei Risiko Terorisme Tahun Ini

12 Oktober 2017   06:41 Diperbarui: 12 Oktober 2017   07:35 1668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BPS Menggelar Rilis Angka Statistik, sumber: tempo.co (27/12/2016)

Survei Risiko Terorisme (SRT), sebuah survei yang baru diadakan di Indonesia. Survei ini bertujuan untuk membentuk sebuah kerangka kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia. Kegiatan survei ini merupakan hasil kerjasama antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pusat Statistik dan tengah berjalan tahun ini (2017) di beberapa wilayah Indonesia.

Selama ini, BNPT belum memiliki pemetaan serta data yang memadai di dalam memonitor pergerakan terorisme serta kerentanan terjadi terorisme di Indonesia. Sebagai upaya konkret pemerintah Indonesia dalam memerangi terorisme, SRT menjadi salah satu alternatif dalam menyediakan data lengkap, terintegrasi serta komprehensif untuk mendukung kebijakan anti-teror yang lebih valid.

Kesepakatan bersama antara BNPT dan BPS sebenarnya telah terjalin akhir Desember 2016, dan sekitar pertengahan September 2017 ini, BPS menindaklanjuti nota kerja sama itu. Sampel yang menjadi target SRT ini adalah wilayah kabupaten dan kota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, penyajian data terkait risiko terorisme Indonesia yang kelak dirilis BPS hanya menurut kabupaten dan kota.

Terorisme sejatinya merupakan musuh besar kita bersama sebagai manusia yang  berakal. Kendati demikian, beberapa kalangan ternyata masih tersangkut dengan pemahaman dan paradigma teroris. Beberapa faktor yang selama ini ikut memengaruhi kerentanan masyarakat terhadap paradigma teroris di antaranya faktor agama. Banyak pihak yang tersangkut dan ikut serta dalam upaya teror di Indonesia mayoritas disangkutpautkan dengan keyakinan. Banyak kasus teror di Indonesia meninggalkan simbol-simbol agama pasca kejadian atau bila kita amati kondisi tempat tinggalnya. Buku-buku dogmatis berserakan di dalam rumah, sifat dan perilaku pelaku teror juga cenderung tertutup dan pendiam dan kenyataan-kenyataan lainnya.

Tak hanya faktor agama ternyata, terorisme juga sering terjadi ketika ada kesempatan dan momentum yang tepat. Pelakunya pun sulit diidentifikasi, meski beberapa kasus teror dapat dilacak oleh BNPT jaringannya, namun sebagian lagi ternyata pelaku-pelaku baru. Inilah mengapa peta risiko terorisme di Indonesia perlu dibenahi dengan data berkualitas. Sasaran operasi teror pun juga akhir-akhir ini tampaknya aparat keamaan, seperti polisi. Entah dalih apa yang digunakan juga kurang dapat disimpulkan bila tanpa data.

Produk dari SRT nantinya berupa Indeks Risiko Terorisme (IRT). Indeks ini merupakan salah satu ukuran BPS nantinya berdasarkan angka statistik yang dipublikasikan oleh Institute for Economic and Peace, yaitu Global Terrorism Index. Dengan adanya SRT inilah, BNPT berharap kepada BPS untuk menghasilkan data yang berkualitas sehingga bisa menakar penyebab terorisme di Indonesia, peta terorisme serta bagaimana melakukan penanggulangannya. Tentunya, dalam pelaksanaan SRT ini, semua pihak diharapkan ikut serta menyukseskannya.(*)

Salam Kompasiana, ngobrolstatistik.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun