Angkot terus melaju melewati hamparan sawah, kebun dan rumah-rumah. Begitu sampai di jalan raya, beberapa penumpang turun. Ada pula yang naik. Aku menggeser posisi duduk, tepat di belakang sopir. Sehingga posisiku dan sopir saling memunggungi. Kondektur berteriak-teriak mencari penumpang. Angkot berhenti lumayan lama di dekat jalan raya menuju kota. Satu per satu penumpang naik.
“Pasar Sampangan?” tanya seorang wanita pada kondektur.
“Iya, ayo!”
Ia pun melongokkan kepala ke dalam angkot. Aku tertegun. Pakain serba merah yang dikenakan mengundang perhatian. Bayangkan saja. Di tempat umum, ia memakai rok mini dan atasan you can see.
“Bisa geser Mas?” tanyanya dengan ekspresi genit.
Aku mengangguk dan menggeser posisi duduk.
Ia duduk menyilangkan kaki. Kaki jenjang, kulit mulus dan bulu mata lentik terlihat jelas di depan mataku. Ini godaan luar biasa.
Ia menyibakkan rambut panjangnya. Beberapa helai sempat mengenai pipiku. Aku berusaha menggeser posisi. Ia melirik ke arahku, tersenyum manis. Senyumnya sungguh menggetarkan hati.
“Astaghfirullah,” bisikku.
Sopir mulai menjalankan angkot. Kondisi angkot yang tua membuat tubuh sering bergoyang. Aku membuang pandangan. Wanita itu terlihat sangat menikmati perjalanan. Ia tidak risih saat segala mata menatapnya. Malah sesekali ia menebar senyum. Berkedip berselimut godaan.
Kondektur mulai menarik ongkos. Aku merogoh saku. Mengambil uang bekal dari kyai.