Vaivy laksana pelita. Meski ia melukis gulita saban waktu, butiran cahaya terpatri dalam hatinya. Dunia menggelitik tawa dalam nestapa. Meski terkadang Tuhan menyiapkan hiburan berupa lara.
Benci? Aku tak pernah membencinya. Tetapi Tuhan gusar dengan perilakunya. Untuk itu, kujemput ia berbekal mahar hafalan Quran. Musim hujan berakhir menyisakan gumpalan embun di kaca jendela. Gulita buyar oleh nyala pelita. Sungguh terjal titian menemukan kehendak Tuhan dalam kehendak dirinya.
“Duh Gusti, kuatkan iman kami.”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!