Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

The Power of Bingung

6 Januari 2016   07:52 Diperbarui: 6 Januari 2016   07:52 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bingung merupakan hal yang kerap kali terjadi pada saat kita sedang berpikir. Aktivitas berpikir memang bertujuan untuk menarik suatu benang merah dalam mengambil keputusan. Selama proses berpikir itulah, kebanyakan dari kita dihadapkan pada suatu pilihan yang sulit, kalkulasi yang rasional, bahkan sebenarnya hanya permasalahan sepele. Dalam rentang menuju pengambilan keputusan, menentukan jawaban atau memecahkan masalah itulah terdapat fase pikiran yang stagnan atau mandeg.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga mungkin atau sering mengalami kebingungan selama proses berpikir. Kebingungan sejatinya dapat terjadi apabila terdapat kompleksitas dalam berpikir. Koneksitas yang terjadi di dalam otak melakukan aktivitas lebih dari satu atau multitasking, bisa juga terjadi inkoneksi pada waktu sel-sel otak ketika mengirimkan sinyal-sinyal listrik sebagai transformasi pikiran, dan berujung pada aktivitas memutuskan hasil penerjemahan dan pengolahan tersebut.

Bingung dalam bahasa yang lebih renyah dinilai sebagai gerbang masuknya ilmu. Pada waktu kita bingung dalam memahami ilmu, maka kebingungan itulah yang sebenarnya menjadi hijab atau pemisah antara kehendak kita memasukkan ilmu dan kegagalan kita dalam memahami dan mengerti ilmu itu sendiri. Ketika gerbang itu tertutup, maka ada banyak kemungkinan jenis kebingungan yang terjadi pada diri kita. Pertama, bingung karena memang bingung. Bingung karena memang bingung ini terjadi apabila kita tidak mampu menerima ilmu yang secara sadar diberikan kepada diri kita, namun yang terjadi adalah loading atau bahkan buffering. Bila ini yang terjadi maka proses berpikir menjadi ruwet. Kedua, bingung di atas kebingungan. Bingung di atas kebingungan ini bias terjadi karena kegagalan pikiran dalam menerima satu ilmu, belum selesai proses tersebut malah ditambah lagi ilmu yang lain dan masih terkait dengan ilmu sebelumnya. Hal ini biasanya terjadi bila seseorang mempelajari ilmu eksakta, misalnya ilmu Fisika. Bila seseorang pada dasarnya sudah bingung mengenai konsep dan definisi mengenai massa jenis suatu benda, maka bila massa jenis tersebut dihubungkan dengan tekanan zat cair, maka yang terjadi adalah bingung di atas kebingungan. Ketiga, bingung menjadikan tidak bingung, bingung. Kondisi kebingungan seperti ini biasa terjadi ketika kita mengajari seseorang—dalam hal ini kita tidak bingung—yang bingung justru bila kita gagal membuatnya tidak bingung, malah kita yang kebingungan bagaimana alternatif lain supaya seseorang tersebut tidak bingung terhadap apa yang kita ajarkan. Kelima, seseorang yang tidak bingung sendiri justru akan membuat dia bingung karena kesendiriannya tidak mengalami kebingungan. Kebingungan jenis ini biasanya terjadi karena seseorang tidak mempercayai tentang ketidakbingungannya, sementara banyak orang lain justru kebingungan dengan ilmu yang sama.

Lebih lanjut, kebingungan juga merupakan pembatas antara orang waras dan orang gila. Kebingungan pada orang waras terjadi dalam setiap aktivitas berpikir, hanya saja berlangsung dalam kondisi sadar dan rasional. Berbeda dengan kebingungan pada orang gila, dikarenakan adanya dampak traumatis dalam selang waktu tertentu, kemudian kebingungan terekam pada seluruh fase kehidupan orang gila tersebut dalam kurun waktu yang lama.

Setiap orang pasti pernah mengalami kebingungan menghadapai suatu hal atau masalah dalam hidupnya. Namun, dari kebanyakan orang yang mengalami kebingungan itu bila kita amati juga mempunyai beberapa perbedaan respon ketika mengalami kebingungan. Pertama, ada orang yang kalau bingung langsung bertanya kepada orang lain untuk mendapatkan keterangan atau penjelasan bagian yang tidak ia mengerti. Kedua, ada orang yang ketika ia mengalami kebingungan, ia tetap menyimpang kebingungan itu untuk ia pecahkan sendiri dengan menggalih informasi lebih lanjut dan mendalam mengenai bagian yang tidak ia mengerti. Ketiga adalah orang yang mengalami kebingungan tetapi ia tidak berani bertanya kepada orang lain yang lebih mengerti untuk mendapatkan penjelasan. Dari ketiga jenis respon terhadap kebingungan tersebut, yang merupakan sikap yang perlu diteladani adalah sikap yang pertama, yaitu bertanya saat mengalami kebingungan.

Kondisi kebingungan pada dasarnya menjadi pemicu seseorang untuk bertanya kepada orang lain atau menemukan sendiri dengan “bertanya” kepada literatur atau informasi. Bertanya tidak hanya menentukan bahwa seseorang sedang melakukan aktivitas berpikir rasional, tetapi juga menunjukkan kepedulian untuk dirinya sendiri dan orang lain. Bila seseorang bertanya untuk mendapatkan pencerahan atas kebingungannya, pertama ia melakukan aktivitas berpikir dan mengaitkan dengan informasi yang ia dapatkan sebelumnya. Kemudian saat ia mengalami kebingungan, kemauannya untuk bertanya secara langsung mampu mengurai kebingungan dirinya sendiri sekaligus orang lain yang mungkin mengalami kondisi yang sama. Bila kebingungan merupakan sebuah gerbang—sebuah hijab—masuknya ilmu ke dalam diri seseorang, maka bertanya merupakan kunci terbukanya gerbang atau hijab tersebut agar ilmu dapat masuk dan diterima.

Di sinilah letak kekuatan kondisi bingung atau the power of bingung. Setelah berpikir dan berputar-putar, dari keseluruhan ilmu atau informasi yang masuk terjadi gradasi ilmu atau informasi tersebut sehingga menimbulkan hal-hal yang tidak dapat dicerna atau “diraba” oleh otak dan berbuntut pada stagnansi pikiran atau kebingungan. Kondisi kebingungan inilah yang kemudian menjadi pendorong—power—seseorang untuk bertanya kepada pihak atau instrumen perantara lain yang diharapkan dapat menyibak kebingungannya terhadap hal-hal yang tidak dapat dicerna atau “diraba” itu menjadi sebuah ilmu yang utuh atau bahkan komprehensif sebagai suplemen untuk memperjelas keseluruhan ilmu yang diterima.

Bingung adalah gerbangnya ilmu, bertanya adalah kuncinya, tanpa bertanya timbulah ketidaktahuan, ketidaktahuan mencokolkan benih kebodohan, kebodohan merupakan awal dari celaka dalam kehidupan. Bila kita bingung, marilah kita bertanya. Mari budayakan bertanya dan pantang bertanya sebelum baca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun