Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Izinkanku Tidur dalam Khotbahmu dengan Bissmillah

2 Juni 2014   22:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401699411288765512

Sudah maklumlah manusia. Setengah hewan setengah mengandung malaikat. Meskpin ini hanya berdasarkan pemikiran saja. Saat ini kita telah banyak mendapatkan pengajaran dan ilmu pengetahuan, mulai dari apa yang kita baca, kita raba dan kita dengar melalui media yang resmi, keterpaksaan, hingga pengalaman pribadi masing-masing. Tetapi berdasarkan keumuman, ilmu yang didapatkan oleh manusia kebanyakan berasal dari pendengarannya.

Salah satu media manusia dalam mendapatkan ilmu pengetahuan berdasarkan pendengaran biasanya berasal dari ceramah, pidato hingga dari desas-desus sana-sini. Ada hal menarik ketika kita mengulas mengenai ceramah, khususnya ceramah keagamaan. Kita dapat mengamatinya ketika waktu beribadah jumat, ketika sang khotib mulai melontarkan ceramahnya kepada makmumnya. Dimana pun kita temui makmum yang entah karena saking merdunya materi ceramah entah saking lelahnya kita setelah beraktivitas sebelum jumat menjadikan ia tertidur pulas, kepala menunduk dengan tuma'nina dan istiqomahnya, hal ini juga sering saya alami sendiri. Kita semua mungkin ada yang bisa tertidur dalam buaian ceramah agama, padahal itu hakikatnya kebaikan yang seharusnya masuk 100% melalui kesadaran pendengaran kita. Realitasnya tidak begitu.

Memang, sekarang materi ceramah tergantung si khotibnya atau materi sesuai dengan permintaan pengurus masjid serta event-event tertentu saat itu. Materi disusun sedemikian rupa sehingga justru kurang tepat sasaran kepada masalah kontemporer atau kekinian yang dihadapi ummat saat ini. Dari konten ceramah, misalnya tentang materi cerita nubuwah atau kisah-kisah dahulu, yang sebenarnya menarik untuk disampaikan, kondisi seperti itu memang ditujukan supaya jamaah dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah sehingga dapat diaplikasikan oleh jamaah dalam menghadapi problematika kehidupan saat ini. Namun, realitanya itu hanya sekedar cerita yang seakan tidak bernilai bagi perbaikan masalah kekinian. Oleh karena standar ceramah yang demikianlah, jamaah kurang antusias sehingga tertidurlah ia dalam indahnya kicauan si khotib berceramah.

Masalah di depan matanya saja tidak menjadi masalah bagi sang khotib karena SOP ceramahnya yang kaku tersebut, mungkin sedikit khotib yang menyingung langsung mengenai perihal jamaah yang tidur saat khotbah. SOP ceramah sekarang memang seperti mengajak kita berargumen bahwa tidak hanya dalam politik ekonomi dan hukum saja yang mengandung kata-kata boneka, ceramah saja, sang khotib pun dijadikan "boneka" dari sebagian jamaah. "Uztad, nanti materinya ini, ini, ya....", begitu, "oh, iya, akan saya siapkan,.." begitu, bahkan mungkin ada meskipun peluangnya kecil yang berkata, "eh, iya, kira-kira amplopnya berapa, nih?", begitu. Sampai seperti itu kondisi penyampaian ilmu saat ini, kurang ceplas-ceplos terhadap masalah kontemporer, yang, sebenarnya itulah masalah kita. Itulah masalah jamaah sebetulnya, namun ironisnya hampir tidak tersentuh.

Kemudian, dari segi penceramah. Umumnya, penceramah juga bertindak sebagai imam jamaah di tempat yang bersangkutan, namun ia bukanlah orang yang biasa mukim di tempat itu. Oleh karenanya, ia kurang memahami adat dan kebiasaan serta corak masyarakat yang menjadi makmumnya saat diceramahi hingga diimami dalam ibadah. Mungkin materi ceramah akan lebih tersampaikan dan lebih mengena masalah terkini di walayah tersebut jika penceramahnya adalah anggota masyarakat daerah yang bersangkutan, jamaahnya kenal baik dengan penceramah sehingga akan meminimalisir jamaah yang kurang fokus ketika mendengarkan khotbah atau cemarah.

Yang menarik juga, yaitu ketika sang khotib yang menjadi imam dan dia berasal dari wilayah lain sehingga karena ketidaktahuannya itu ia mengimami dengan komprehensif yang justru mengganggu kekhusyu'an makmum dalam ibadah. Misalnya dengan membaca surah yang sangat panjang sekali, saya sendiri pun menjadi kurang khusyu' jika imam terlalu menikmati dirinya sendiri dalam membaca surah dalam ibadah. Meskipun suaranya senyaring dan semerdu apapun. Inilah kiranya imam dalam ibadah itu harus mengerti betul kondisi dan situasi jamaahnya, sudah tahu orang Indonesia itu saat ini kan pingin yang instan dan cepat-cepat, apapun deh, mbok ya baca surah jangan yang panjang toh. Ini juga merupakan ketidaktepatan seorang imam, karena ia bukan anggota masyaraat di daerah yang bersangkutan. Nanti, jangan-jangan ada jamaah yang tidak tahan lalu berkata, "Qulhu ae leeeek, kesuweeeeeeeeeennnn...."(Qulhu saja Pak, terlalu lama), begitu.

Oleh karena itu, ketidaknyaman hingga keterbuaian jamaah, termasuk di dalamnya saya dalam mendengarkan khotbah, utamanya, membuat saya berkata dalam hati saya, "Izinkan ku tidur dalam khotbahmu dengan Bissmillah." Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun