Suatu ketika terdapat sekawanan preman yang hendak mencari pak Toeng. Mereka dengan garangnya berjalan dengan penuh membusungkan dada. Sementara pak Toeng sedang asyiknya duduk di kursi goyang berdasar kayu jati sambil menikmati rokok dan secangkir kopi di depan rumah bambunya.
Mereka, para preman itu rupanya sedang tergesah sebab kalau tidak demikian mereka tidak bisa menemui pak Toeng. Maklum, memang pak Toeng jarang berada di rumah karena saking sibuknya mencari penghidupan, ia butuh makan setiap hari, meskipun tua renta begitu, ia tampak semangat, dan meski hidup sendiri, ia tetap sumringah.
Pada saat rokok pak Toeng telah menuju penghabisan, dan secangkir kopinya yang tinggal ampas, aku bertemu dengan pak Toeng di depan rumahnya itu. Aku menyapa beliau dengan penuh senyuman dan beliau membalas senyumanku. "Assalamu'alaikum..", sapaku, "Wa'alaikumsalam...", jawabnya. "Sehat Pak ?", tanyaku lagi, "Alhamdulillah, sehat, mau kemana Mas ?..", tanggapnya, "Saya mau ke kebun Pak, mari....", responku...", "Mari, mari....". Seketika itu pula, pak Toeng masuk ke dalam rumahnya dan tak muncul lagi. Aku pun berlalu begitu saja.
Dan ketika dalam setengah perjalanan ke kebun, tiba-tiba preman-preman itu berpapasan denganku sekaligus bertanya kepadaku, "Hei !!!....", tanya salah seorang dari mereka, "Ada apa ?", responku. "Apakah kau bertemu dengan orang sini yang namanya pak Toeng ??...", tanyanya, "memang ada apa dengan pak Toeng?..", responku, "Kami akan menghajarnya, ia mempunyai banyak hutang yang belum dilunasi..!!"
Aku langsung melangkahkan kaki, beberapa langkah dari posisiku saat ditanyai oleh mereka lalu menjawab, "Selama aku disini, aku tidak pernah bertemu pak Toeng."
Para preman itu sebenarnya tidak percaya, tetapi, mereka berlalu begitu saja tanpa sua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H