Putin berencana menghadiri KTT G20 di Bali pada akhir 2022. Jokowi sebagai presiden Indonesia mendapat tekanan dari anggota G20 untuk tegas melarang kehadiran putih ke Indonesia.
Scott Morrison (Perdana Menteri Australia) meminta Jokowi menolak Putin hadir di KTT G20 di Bali sebab konflik kemanusiaan (perang) di Ukraina. Sampai saat ini, terlihat hanya China yang tidak sependapat dengan suara anggota G20 soal penolakan Rusia.
Soal KTT G20 di Bali, Jokowi harus mengingatkan kepada Putin (presiden Rusia) bahwa invasi ke Ukraina akan membawa instabilitas perekonomian secara global. Di sisi lain, Indonesia memegang konsep politik luar negeri yang bebas aktif.
Saat ini, Putin menghadapi serangkaian sanksi internasional yang dipimpin oleh negara-negara Barat dengan tujuan mengisolasi Rusia dari ekonomi global. KTT G20 bisa menambah aroma konflik dua negara adidaya perang menguasai ekonomi dunia.
KTT G20 bukan pertemuan untuk membahas perang di Ukraina, melainkan untuk peningkatan masalah perekonomian dunia. Itulah yang masih menjadi dilema menolak atau menerima Putin datang ke Indonesia.
Bahkan Vasyl Hamianin (Duta Besar Ukraina untuk Indonesia) mengatakan bahwa kedatangan Putin dalam acara KTT G20 merupakan bentuk penghinaan terhadap demokrasi, martabat manusia, dan supremasi hukum.
Putin dianggap sebagai seorang kriminal kelas internasional dan diktator pembunuh manusia. Ia tidak boleh memiliki hak legal berpartisipasi di setiap forum internasional dalam bentuk apapun.
Jokowi harus bisa menjadikan Indonesia sebagai negara yang netral menyikapi konflik perang Ukraina. Mengembalikan esensi kegiatan KTT G20 di Bali sebagai ajang penguatan perekonomian Global.
Salah kebijakan terhadap krisis di Ukraina, Indonesia bisa mengkhianati konstitusi perihal pandangan terhadap politik luar negeri.
Ketika Jokowi memutuskan melarang kehadiran Putin dalam acara G20 juga harus mempertimbangkan kesepakatan bersama anggota dalam menyikapi invansi Rusia.