Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Overdosis Agama

1 November 2019   11:28 Diperbarui: 1 November 2019   11:29 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Overdosis -yang dinilai buruk- itu bukan terletak pada sesuatu yang dikonsumsinya. Melainkan pada takarannya. Anti-biotik itu baik untuk ketahanan tubuh, tapi jika berlebihan dalam mengkonsumsinya juga akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Kopi, gula, mie, bahkan mungkin semua yang berlebihan itu akan berdampak negatif buat tubuh kita. Seolah menjadi anomali dalam melihat berbagai perspektif. Bahkan ganja juga bisa bermanfaat bagi kesehatan manusia jika digunakan dalam sarana medis menyembuhkan sebuah penyakit.

Dalam pesan agama, kita sering diajarkan untuk "sedang-sedang" saja dalam mengkonsumsi atau melakukan sesuatu. Jangan sampai itu malah memberatkan atau juga dikesan rakus karena sikap overdosis pada semua hal. Itulah maha kuasanya Allah, menciptakan sesuatu dengan segala kemanfaatanya, termasuk rokok untuk melencarkan otakku dalam menulis.

Eh, tapi kalau konsumsi rokok berlebihan juga tidak baik, selain -yang katanya- bisa menyebabkan stroke, merokok berlebihan juga bisa membuat kanker (kantong kering). Jadi sekali lagi, yang sedang-sedang saja.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya agama ini mudah, tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam agama, melainkan ia akan terkalahkan." (HR Bukhari)

Baca Juga: Iseng Bahas Khilafah

Era post-truth dewasa ini, manusia lebih mengedepankan sikap fanatik kepada sesuatu. Bahkan, mungkin saya sendiri. Dianggapnya terlalu basa-basi jika hanya harus belajar banyak sudut pandang.

Sifat-sifat ego dan menang sendiri demi menuruti hawa nafsu sudah begitu samar. Sehingga sikap menyalahkan dianggapnya sebuah kebijaksanaan.

Kalau kata Gus Candra Malik, "Bagaimana mungkin membenarkan sesuatu dengan cara menyalahkan?! Membenarkan itu ya dengan cara membenarkan! Sedangkan kebenaran tidak perlu bukti. Karena pembuktian yang berlaku bagi mereka yang salah. Makanya di pengadilan yang ada adalah dakwa terbukti bersalah, bukan terbukti terbenar."

Misalpun mengadakan sebuah diskusi terbuka tentang konsep agama tekstual dan kontekstual paling juga akan ditolak sedemikian rupa. Intinya, setiap individu akan selalu merasa dirinya benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun