Kurma adalah makanan khas saat Ramadhan tiba. Jika di bulan lain mungkin sulit untuk menjumpai buah kurma di Indonesia, namun tidak demikian saat bulan Ramadhan. Berbagai jenis kurma akan melimpah ruah di jajakan di berbagai tempat sebagai makanan khas untuk berbuka. Ya, ini semua tidak terlepas dari sabda Nabi Shallallahu A’laihi Wa Sallam tentang manfaat kurma sebagai makanan pembatal pertama bagi yang ingin menamatkan puasanya. Namun, belakangan posisi kurma sebagai primadona agak sedikit tergeser dengan hadirnya produk olahan kurma berupa sari kurma. Tapi, apakah sama antara kualitas sari kurma dibanding buah kurma?
Sari kurma adalah primadona baru di Indonesia. Keberadaannya tak lepas dari booming-nya pemberitaan seputar khasiatnya untuk menumpas berjangkitnya Demam Berdarah. Mulai dari impor sampai yang teranyar adalah banyaknya produsen lokal, produk sari kurma kian dielu-elukan sebagai obat yang menggantikan buah kurma. Saya juga termasuk orang yang penasaran dengan hadirnya sari kurma dan turut mencoba menjadi pengguna. Namun, setelah mencoba saya merasakan keanehan dari rasanya.
Tidak berhenti pada satu merek sari kurma, saya mencoba beberapa merek yang laris di pasaran, tapi saya merasakan hal yang sama, yaitu saya tidak merasa yang saya minum adalah sari kurma. Saya lebih merasakan beberapa sari kurma tak ubahnya seperti rasa gula jawa. Bahkan beberapa, terlalu manis untuk dikatakan sebagai sari dari buah kurma.
Akhirnya kecurigaan saya mulai menemui titik terang, dan saya pernah mengulas hal ini di tulisan sebelumnya di sini. Dalam tulisan terdahulu, saya sedikit mengulas beberapa prilaku “nakal” para produsen sari kurma. Menurut saya, sangat tidak santun apabila ada produsen sari kurma membawa-bawa dalil agama namun pada prakteknya berbuat curang dengan mengoplos barang dagangannya.Naudzubillah
Alhamdulillah, beberapa waktu kemudian saya berkesempatan bertemu dengan orang yang baru menyelesaikan perjalanan ibadah umrohnya di tanah suci. Di pertemuan itu saya sempat mencicipi kurma ruthob (kurma segar). Saya mencoba dua jenis kurma, yang satu berwarna merah dan ukurannya besar dengan rasa tidak terlalu manis. Kurma tersebut apabila dagingnya telah teroksidasi (menjadi coklat) akan terasa seperti buah sawo. Sedangkan yang kedua berwarna kuning dan berukuran kecil seperti kurma lulu’. Rasanya lumayan manis dan agak sepat, karena kadar tanin yang lebih tinggi dari jenis pertama.
Setelah mencicipi beberapa jenis kurma segar tadi lalu saya bandingkan dengan kurma yang telah dikeringkan rasanya agak mustahil jika semua kurma tadi apabila disari airnya menjadi begitu manis, bahkan saya pun sebagai orang yang hobi dengan makanan manis agak kurang suka dengan manis sari kurma yang terlalu menyengat.
Akhirnya saya mencoba mencari tahu proses detail mengambil sari kurma dari kurma kering. Pertama, kurma direndam dengan air selama satu malam. Setelah itu kurma dipisahkan dari bijinya. Setelah terpisah, kurma dihaluskan. Bubur kurma kemudian peras dengan menggunakan metode dingin atau di press tanpa pemanasan. Proses pemerasan bubur kurma dilakukan selama beberapa kali dan dibantu dengan penambahan air. Kemudian air sari kurma dimasak selama beberapa waktu untuk mengurangi kadar airnya. Kemudian sebelum sari kurma dikemas ditambahkan pemanis dari campuran fruktosa dan glukosa. Nah, disini lah yang menjadikan perbedaan signifikan antara kebanyakan produk sari kurma dengan kurma.
Inilah mengapa sari kurma terkadang berasa terlalu manis atau bahkan saya merasa aneh dengan manisnya sari kurma. Larutan fruktosa dengan glukosa ini sering disebut dangan HFCS (High Fructose Corn Syrup) yang berasal dari sirup jagung. HFCS adalah salah satu jenis pemanis yang mulai diperkenalkan pada 1970-an. Perbandingan campuran antara keduanya (fruktosa dan glukosa) sekitar 55% : 42%. Walaupun terdapat label jagung dalam penamaannya, namun kenyataannya sirup ini bukanlah produk pemanis alami.
Saat ini, penggunaan sirup HFCS telah menuai kontroversi. Beberapa jurnal menunjukkan bahwa pemakaian sirup HFCS cukup memainkan peranan dalam mencetuskan berbagai penyakit kelainan metabolik seperti diabetes, darah tinggi, obesitas, perlemakan hati, penyakit jantung dan penyakit ginjal kronis. Bahkan beberapa sampel ditemukan sejumlah merkuri yang diidentifikasi berasal dari proses pembuatan jenis pemanis tersebut.
Pada dasarnya, kandungan kurma memang terdiri dari sejumlah besar karbohidrat kompleks, gula, serat dan sejumlah zat tanin. Gula alami pada kurma mampu menjadi bahan bakar energi instan. Oleh sebab itu selain dikatan dalam hadits tentang berbuka puasa dalam sebuah kisah terkait kelahiran Nabi Isa Alaihi Sallam, ibunda Mariam dianjurkan mengkonsumsi kurma. Kurma basah juga mencegah terjadinya pendarahan pada wanita saat melahirkan dan mempercepat pengembalian posisi rahim seperti semula. Hal ini disebabkan adanya hormon oksitosin.
Kurma kaya akan tanin yang memiliki efek astringen, atau zat pembantu untuk meminimalisir frekuensi diare. Kurma dapat membantu untuk melawan keracunan alkohol. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu A’laihi Wa Sallam. Seratnya dapat membantu mencegah sembelit. Sedangkan pada jus kurma atau yang pada zaman Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam disebut Nabiz, sebenarnya dapat dipergunakan untuk melawan demam, batuk, dan masalah bronkhial paru-paru.
Sementara pada proses pembuatan sari kurma yang dilakukan pemanasan padanya, maka dapat merusak unsur protein dan vitamin yang akan terurai pada suhu panas. Bahkan pada posisi panas yang tinggi dapat menyebabkan reaksi browning pada gula. Hal ini dapat dilihat apabila terjadi perubahan warna jus kurma menjadi coklat tua. Gampangnya, untuk mengenal reaksi browning ini dapat dilihat pada perubahan larutan gula pasir yang dipanaskan hingga mengental dan warnanya menjadi coklat.
Melihat beberapa perbedaan yang ada terutama dengan adanya bahan tambahan pangan yang berisiko terhadap kesehatan, rasanya tidak dapat disamakan antara penggunaan sari kurma dengan kurma sebagai makanan yang sehat. Kecuali dengan pembuatan sari kurma yang baik seperti dalam pembuatan Nabiz, maka saya tidak menganjurkan mengkonsumsi produk sari kurma kemasan bagi diri saya pribadi. Dan saya lebih memilih kurma sebagai sarana untuk mendapatkan barokah. Lalu, bagaimana dengan kamu?
Salam,
Joko Rinanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H