Mohon tunggu...
Joko Rinanto
Joko Rinanto Mohon Tunggu... Penulis -

Menulislah, karena hidup adalah sebuah perjalanan pengaruh dan memengaruhi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salah Kaprah dalam Tata Cara Makan

13 Oktober 2010   14:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:27 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditulis Oleh : Joko Rinanto

Dalam kehidupan sehari-hari kita mungkin pernah mendengar istilah “Table Manner”, atau yang lebih dikenal sebagai etika dalam bersantap di meja makan. Dalam kegiatan bersantap maupun ketika kita menghadiri jamuan makan, kita tentunya telah hafal aturan-aturan tidak tertulis yang menjadi suatu sistematika menyantap hidangan yang disediakan.

Pada kegiatan bersantap tersebut, telah tidak asing, baik dalam aturan table manner maupun dalam acara-acara yang di dalamnya disajikan berbagai makanan untuk disantap, kita digiring untuk terlebih dahulu memakan makanan berat seperti nasi beserta lauk pauknya seperti daging, ikan, telur, dan sebagainya, beru setelah selesai kita melakukan tradisi makan makanan pencuci mulut. Makanan pencuci mulut tersebut tidak lain adalah buah-buahan segar yang dalam tradisi kultural dimakan setelah makanan berat habis disantap.

Tradisi yang telah berkembang di Indonesia ini, konon diadopsi dari tradisi atau pola makan bangsa barat, tetapi terlepas dari benar atau tidaknya sejarah pengadopsian tradisi tersebut, memang kebiasaan bangsa-bangsa barat seperti bangsa eropa selalu menyantap makanan pokok yang mengenyangkan seperti roti dan salad, daging, dan sebagainya lalu diakhiri tradisi cuci mulut dengan menyantap buah-buahan.

Saya ingin mengulas sedikit mengenai sistematika makan di atas dan membandingkan dengan apa yang sebenarnya telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala perintahkan sejak kurang lebih selama  empat belas abad silam mengenai tata cara menyantap hidangan. Hal ini bagi saya penting, karena menyangkut kepada kesehatan sistem pencernaan dan bagaimana reaksi biokimia yang sebenarnya lebih baik untuk dilakukan. “Tidak ada ‘bencana’ yang lebih buruk yang diisi oleh manusia daripada perutnya sendiri….”(H.R. At-Tirmidzi).

Marilah sejenak kita kembali membuka mushaf Al-Qur’an kita dan menelisik apa yang telah Allah katakan pada lembaran-lembaran yang tidak ada keraguan di dalamnya. Dalam surat Al-Waqi’ah disebutkan “dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan (Al waqi’ah :20-21). Juga dalam surat At-Thur Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman “ Dan kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini (At-Thur:22). Dalam beberapa ayat tersebut Allah mendahulukan menyebut buah-buahan, lalu dilanjutkan dengan menyebutkan daging sebagai makanan untuk ummat manusia.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda : “sekiranya salah seorang diantara kalian akan berbuka puasa maka hendaklah ia melakukannya dengan buah kurma, sesungguhnya hal itu merupakan berkah”. Pada kenyataanya menyantap buah-buahan sebelum menyantap sumber nutrisi yang lain memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh. Dalam buah-buahan benyak terkandung glukosa dan fruktosa yang pada kenyataannya merupakan jenis karbohidrat golongan monosakarida yang lebih mudah dicerna dibandingkan sumber makanan lain yang memerlukan banyak energy dalam proses pencernaan secara kimiawinya, seperti protein dan lemak. Usus dapat menyerap gula buah dalam waktu yang relative singkat dan dengan segera akan memberikan pengaruh peningkatan stamina secara cepat, menghilangkan rasa lapar dan memberikan suntikan akan konsentrasi zat gula dalam darah.

Orang-orang yang menyantap hidangan berat dan memenuhi perutnya dengan beragam varian makanan, maka dapat dipastikan akan merasakan kantuk setelahnya karena energi banyak dipergunakan dalam proses pencernaan tersebut. Butuh waktu sekitar tiga jam untuk mencerna zat-zat yang terkandung dalam makanan seperti makanan pokok, dan ini berarti dapat memperlambat kembalinya stamina tubuh.

Pada hadits di atas terdapat hikmah yang sangat luar biasa, karena pada keadaan berpuasa kita tidak menerima asupan makanan dalam waktu panjang, dan ini berpengaruh terhadap stamina tubuh. Dengan menyantap buah kurma ketika berbuka, maka dengan cepat zat gula pada buah kurma akan diserap oleh usus dengan demikian akan mengembalikan stamina dalam waktu yang tidak terlalu lama. Berbeda dengan orang yang langsung menyantap makanan berat, terlebih jika dibarengi dengan meminum air ketika makan, kondisi yang demikian justru dapat membuat mengantuk dan malas beribadah, terlebih jika sesudahnya diakhiri dengan mengkonsumsi buah-buahan, maka kemungkinan banjir gula dalam darah akan lebih besar.

Demikian sedikit uraian terkait pola makan dalam Islam yang dapat saya kemukakan, semoga dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan baru bagi ummat yang rindu akan nilai sehat yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun