Mohon tunggu...
Joko Sumarsono
Joko Sumarsono Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Coba belajar menulis. Sebuah cita-cita lama yang baru coba diwujudkan.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Wanda Wayang Kulit Purwa

30 Juni 2022   11:26 Diperbarui: 30 Juni 2022   11:35 3087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada tanggal 7 November 2003, UNESCO mengakui dan menetapkan pertunjukkan wayang kulit menjadi Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari wayang Nasional. Diharapkan dengan adanya pengakuan oleh UNESCO serta penetapan Hari Wayang Nasional tersebut, seni pertunjukan wayang kulit dapat terus dilestarikan dan dikembangkan sampai generasi yang akan datang.

Sebagai sebuah karya seni "Adiluhung" yang sudah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional, banyak hal-hal menarik dan luar biasa yang melekat pada wayang kulit. Diantaranya adalah seni tatah sungging dalam proses pembuatan wayang kulit. Seni tatah adalah proses memahat kulit mengikuti pola yang telah dibuat sehingga terbentuk sebuah wayang kulit. Sedangkan seni sungging adalah proses pemberian warna pada wayang kulit dengan mengikuti pola atau pakem tertentu, sehingga dihasilkan wayang kulit yang sesuai dengan karakter wayang tersebut. Dari proses tatah dan sungging tersebut, akan dihasilkan wayang dengan wanda tertentu.

Dalam Wayang Kulit Purwa, pengertian Wanda adalah penampilan karakter khusus seorang tokoh peraga wayang pada suatu suasana tertentu. Wanda sebuah tokoh wayang, akan memberikan ekspresi tertentu dari tokoh wayang tersebut di dalam sebuah adekan. Dalam buku "Wanda Wayang Purwa Gaya Surakarta" karya Dr. Sutarno dkk, yang diterbitkan oleh Sub/Bagian Proyek ASKI Surakarta, Proyek Pengembangan IKI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, tahun 1978/1979, terdapat contoh penggunaan wanda untuk tokoh wayang Baladewa, diantaranya:

  1. Pada adekan yang bersuasana netral "merdika" (tidak ada "rasa" susah, marah, dan sebagainya) digunakan Baladewa wanda "Paripeksa".
  2. Pada adekan peperangan digunakan Baladewa wanda "Geger".
  3. Pada adekan menghadiri suatu perhelatan digunakan Baladewa wanda "Jagong".
  4. Pada adekan marah, terkejut digunakan Baladewa wanda "Kaget".

Unsur-unsur pembentuk wanda dari sebuah wayang adalah:

  1. Tunduk tengadahnya muka (praupan) wayang.
  2. Ukuran dan bentuk sanggul.
  3. Ukuran dan bentuk mata;
  4. Keadaan badan, yaitu ukuran dan posisinya.
  5. Ukuran dan tancap dari leher.
  6. Datar dan tidaknya, serta panjang dan pendeknya bahu.
  7. Bentuk dari perut.
  8. Busana yang dipakai.
  9. Posisi kaki.
  10. Sunggingan.

Berikut beberapa wanda tokoh wayang yang terdapat dalam buku "Wanda Wayang Purwa Gaya Surakarta":

  1. Abimanyu: wanda Bontit, Banjet, Brebes, Jayeng gati, Kanyut, Malatsih, Mangu, Mriwis, Panji, Rangkung, Bulus.
  2. Anoman: wanda Bambang, Barat, Manuko, Prambanan (reco).
  3. Baladewa: wanda Bantheng, Geger, Jagong, Kaget, Jago, Sembada, Paripeksa, Sepuh.
  4. Bima/Werkudara: wanda Bambang, Bedhil, Bugis, Gendhu, Gurnat, Jagong, Jagor, Kedhu, Ketug, Lindhu, Lintang, Panon, Mimis, Thathit.
  5. Bratasena: wanda Angkawijaya, Babad, Lindhu Bambang, Bocah, Bondhan, Gurnat, Jaka, Lindhu Panon, Bocah Bungkus, Putran, Sembada.
  6. Cakil: wanda Bathang, Kikik, Panji, Gunug Sari.
  7. Dursasana: wanda Gambyong, Golek, Canthuk.
  8. Duryudana: wanda Jaka, Janggleng, Jangkung, Rangkung.
  9. Gatutkaca: wanda Gandrung (Gembleng), Gelap, Jaka, Guntur, Kilat, Sampluk, Pideksa, Thathit.
  10. Janaka/Arjuna: wanda Bronjong, Gendreh, Janggleng, Jimat, Kadung, Kanyut, Kedhu, Kinanthi, Lintang, Malat, Malatsih, Mangu, Mangungkung, Muntap.
  11. Karno: wanda Bedru, Geblag, Lonthang, Rangkung.
  12. Kayon/Gunungan: wanda Jaler, Estri.
  13. Kresna: wanda Banjet, Botoh, Bontit, Surak, Gendreh, Jagong, Jangkung, Lendeh, Mangu, Mawur, Rondhon.
  14. Puntadewa: wanda Jaka, Kinanthi, Lare, Malatsih, Miling, Putut.
  15. Rahwana/Dasamuka: wanda Begal, Belis, Bengis, Bogis, Gambyong, Klana.
  16. Setyaki: wanda Akik, Mimis, Wisuna.

Selain wanda-wanda yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi wanda yang ada pada wayang kulit purwa, khususnya wayang gaya Surakarta.

Semoga sedkit "coretan" ini bisa menjadi sarana berbagi ilmu untuk para pecinta seni budaya, khususnya wayang kulit. Akhir kata, "Tetap Cintai, Jaga, dan Lestarikan serta Kembangkan Seni Budaya yang Adiluhung ini". Kalau bukan kita? Siapa lagi? Kalau bukan mulai sekarang? Kapan lagi? Jangan menunggu "klaim" dari tetangga untuk kita berteriak "Kami cinta budaya kami".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun