MENUMBUHKAN KEPEDULIAN PADA PERKEBUNAN SKALA KECIL DAN MENENGAH NASIONAL
Tulisan ini bertujuan untuk menggali dan menumbuhkan kepedulian pada hasil perkebunan yang sebenarnya berpotensi besar dalam pembangunan namun masih belum dimanfaatkan secara optimal dalam menarik devisa.Â
Perhatian masyarakat terhadap produk pertanian sebenarnya besar namun mengingat nilai tambahnya yang belum diolah sedemikian rupa sehingga mencapai nilai ekonomis tinggi menyebabkan masyarakat masih belum terpacu untuk mengembangkan pertanian skala kecil dan menengah menjadi usaha besar melalui kelompok tani. Yang terjadi selama ini adalah pemerintah (BUMN) dan perseroan terbatas skala besar yang baru menggeliat menampakkan hasilnya.
Beberapa tanaman perkebunan seperti teh, kopi, serai wangi dan aren banyak bertebaran dimana-mana namun pengelolaannya masih secara tradisional. Mencermati statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Â tentang perkembangan produksi teh di Indonesia merupakan sesuatu hal yang sangat menarik. Hal ini diperlihatkan pada tabel berikut ini.
Data di atas menunjukkan bahwa baik luas maupun produksi teh total mengalami fluktuasi. Data tahun 2018 merupakan angka sementara sedangkan data tahun 2019 merupakan angka estimasi dari Ditjen Perkebunan.Â
Selama 5 tahun tersebut, tahun 2017 menunjukkan adanya produksi terbesar mengingat bahwa pada tahun tersebut kondisi cuaca, musim dan iklimnya normal dan mungkin oleh sebab-sebab lainnya seperti manajemen yang baik.Â
Faktor luas lahan mengalami penurunan meskipun tidak cukup signifikan. Bandingkan dengan data tahun 2012-2015 dimana pada tahun 2014 mencapai produksi terbesar.Â
Berdasarkan propinsinya maka produksi teh di Jawa Barat merupakan yang tertinggi yakni 50469 ton, disusul oleh Sumatera Utara sebesar 7111 ton, Jawa Timur 6881 ton, Sumatera Barat 5104 ton, Jawa Tengah 5181 ton, Jambi 3555 ton, Sumatera Selatan 3375 ton, Bengkulu 1319 ton, Sulawesi Selatan 138 ton dan Banten 10 ton sehingga total produksi teh Indonesia tahun 2015 sebesar 83142 ton.Â
Produktivitas rata-rata teh di negara kita adalah 2-3 ton per hektar yang ternyata kemudian menurun menjadi 1,5-1,7 ton per hektar pada tahun 2015-2019. Entah karena masalah perbaikan data entah memang betul-betul terjadi penurunan produktivitas di lapangan. Masalah data memang sering menjadi biang kerok dari banyak masalah karena dari data yang kemudian diolah menjadi informasilah maka suatu kebijakan diambil.Â
Produktivitas teh di Jawa Barat masih di bawah angka nasional yakni berkisar antara 1,3-1,5 ton per hektar. Â Dibandingkan dengan tanaman lainnya, teh mempunyai nilai lebih karena kaya mineral dan vitamin serta bermanfaat untuk kesehatan lainnya. Nilai ekspor teh tahun 2016 adalah sebesar US$ 51,32 juta dengan pangsa pasar Malaysia 16,19%, Jerman 8%, Amerika Serikat 7,78%, Pakistan 7,41%, Rusia 18,96%, dan lain-lainnya sebesar 41,64%.Â
Impor teh kita sebesar US$ 22,1 juta. Dengan demikian maka teh mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sayang apabila komoditas teh ini tidak dikembangkan, misal dengan meningkatkan produktivitasnya dan memperbaiki harga jualnya sehingga nilai ekonomisnya makin tinggi.