Mohon tunggu...
Joko_Siswanto
Joko_Siswanto Mohon Tunggu... -

tak ada kata terlambat untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengakhiri Depresi Ekonomi ala Prof. Paul Krugman

3 Oktober 2016   17:12 Diperbarui: 3 Oktober 2016   17:18 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di era pemerintahan Orde Baru istilah “kencangkan ikat pinggang” cukup populer, terutama di dekade 1980-an. Propaganda a la Orba tersebut melukiskan kondisi perekonomian yang ketat akibat penerimaan pemerintah yang lebih sedikit dari pada pengeluarannya. Akibatnya pertumbuhan ekonomi melambat karena belanja pemerintah yang berkurang. Dampak berikutnya kegiatan ekonomi di hampir seluruh bidang “lesu darah” karena sebagian besar kegiatan ekonomi bergantung pada belanja pemerintah. Kondisi tersebut bahkan memberikan ide trio Chrisye-Eros Djarot-Yockie Suryoprayogo dalam menerbitkan album ‘Resesi’ di tahun 1983 yang menjadi hit di jamannya.

Buku Paul Krugman yang ditulis pada tahun 2013 ini sedikit banyak memberikan gambaran serupa dengan kondisi Indonesia di era 1980-an itu: bahwa negara sebesar Amerika Serikat pun masih sangat bergantung pada peran belanja pemerintah. Buku yang menjadi best seller versi New York Times itu pun memaparkan secara menarik dan praktis kondisi perekonomian AS yang mengalami depresi sejak 2008 hingga buku ini diterbitkan. Dan bagaimana pemerintah justru mengecilkan arti dan perannya dalam perekonomian, sehingga yang dilakukannya justru memperburuk kondisi perekonomian karena kehilangan momentum (“too little too late”). Hal serupa juga dilakukan oleh beberapa pemerintah di belahan dunia lainnya, terutama Eropa, yang menurut Paul Krugman bertentangan dengan premis dasar teori Keynes.

Sebagai seorang Keynesian tulen, Paul Krugman sangat percaya bahwa di tengah kondisi depresi ekonomi pemerintah seharusnya menempuh kebijakan ekspansif, bukan kontraktif. Sebab dalam kondisi perekonomian yang mengalami depresi, peran rumah tangga dan dunia usaha tidak dapat diharapkan karena mereka sendiri sedang mengalami kesulitan likuiditas. Jadi tugas pemerintahlah, melalui pengeluaran dalam jumlah yang sangat besar, yang dapat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sehingga tumbuh permintaan dan roda perekonomian pun kembali bergerak.

Buku yang ditulis dalam 15 bagian (termasuk introduction dan postscript) itu diawali dengan kegeraman seorang Paul Krugman terhadap ketidakpedulian kaum intelektual terhadap kondisi yang terjadi. Bagi Paul Krugman depresi ekonomi sudah jelas penyebabnya dan sudah tersedia instrumen kebijakan untuk mengatasinya. Namun rupanya pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena, istilahnya, terjadi ‘kemacetan politik dan ideologi’ (political and ideological logjam) sehingga keputusan strategis tidak segera diambil.

Dalam buku ini alih-alih melempar pertanyaan “Bagaimana hal itu terjadi?”, Krugman lebih suka menanyakan tentang “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”. Ia pun sering memberikan perumpamaan (metaphor) untuk memudahkan pemahaman terhadap pertanyaannya itu. Seperti “knowing what causes heart attacks is not at all the thing as knowing how to treat them.”(mengetahui penyebab serangan jantung bukan berarti paham cara mengobatinya). Dalam buku ini ia lebih tertarik untuk membahas upaya penyelamatan ekonomi AS akibat depresi dari pada menceritakan penyebab depresi itu sendiri, karena yang terakhir sudah sering muncul di beberapa literatur.

Diawali dengan ilustrasi parahnya kondisi pengangguran di AS akibat depresi ekonomi sejak tahun 2007-2008, Krugman menyindir pernyataan Ketua The Fed (Bank Sentral) AS Ben Bernanke dalam wawancara acara televisi ’60 minutes’ pada Maret 2009. Bernanke mengatakan bahwa tidak lama lagi perekonomian AS akan segera pulih. Bernanke mengibaratkan ekonomi AS bak seorang pegolf yang sedang berada di area ‘green shoots’, yang artinya sedikit lagi memasukkan bola golf ke dalam lubang. Optimisme Bernanke tersebut kemudian membawanya meraih predikat “Person of the Year” oleh majalah Time edisi akhir tahun 2009.

Namun Krugman berpendapat lain. Meskipun variable-variabel makro mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan ekonomi namun skalanya masih terlalu kecil untuk dapat mengurangi jumlah pengangguran yang semakin meningkat. Karena tiga tahun setelah pernyataan Bernanke itu pun perekonomian AS tidak juga memberikan tanda-tanda perbaikan yang berarti. Krugman melihat yang terjadi adalah semakin banyak masyarakat dari suatu negara yang sangat maju, kaya sumber daya, bakat, dan ilmu pengetahuan (hal-hal yang menjadi prasyarat kemakmuran dan standar hidup yang layak) masih dalam kondisi “kesakitan yang amat sangat” (“state of intense pain”).

Angka statistik menunjukkan jumlah pengangguran di AS mencapai lebih dari 13 juta jiwa pada Desember 2011, atau meningkat hampir dua kali lipat dari pada tahun 2007 yang tercatat 6,8 juta jiwa. Terlebih jika menggunakan standar perhitungan angka pengangguran yang lebih luas (disebut ‘U6’) dimana angka pengangguran dihitung dari jumlah orang yang mencari kerja namun tidak memperolehnya karena tidak tersedia lowongan dan kalau pun tersedia hanya paruh waktu. Angkanya melonjak menjadi 24 juta jiwa atau 15 persen dari total jumlah angkatan kerja.

Krugman menyamakan kondisi depresi ekonomi di AS saat ini seperti Great Depression yang terjadi pada era 1930-an. Banyak kemiripan yang menjadi penyebab kedua peristiwa yang terpaut lebih dari 80 tahun lalu itu. Pada saat itu ekonom ternama asal Inggris John Maynard Keynes, seperti dikutip Krugman, mengumpamakan penyebab Great Depression itu sebagai ‘kesalahan magnet’ (“magneto trouble”) yang merujuk pada salah satu bagian penting sistem kelistrikan di sebuah mobil. Maksudnya, ibarat sebuah mobil, kesalahan yang terjadi pada saat depresi besar bukan terletak di ‘mesin’-nya tetapi pada sistem kelistrikannya. Apabila masalah ini cepat diselesaikan maka mobil ekonomi pun dapat berjalan normal kembali, tanpa perlu mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk perbaikan sebuah mobil. Menurut Krugman cara mengatasi depresi ekonomi di AS sebenarnya sederhana saja, namun menjadi rumit dan berlarut-larut karena tidak ada kejernihan intelektual (‘intellectual clarity’) dan kemauan politik (‘political will’) dari pemerintah untuk menyelesaikannya.  

Bagi Krugman, depresi ekonomi di AS dapat segera diatasi apabila pemerintah segera menggenjot pengeluaran dalam jumlah yang sangat besar sehingga mampu menggerakkan roda perekonomian. Karena di tengah kondisi depresi ekonomi pada umumnya yang terjadi adalah pendapatan masyarakat yang menurun drastis sehingga tidak terjadi permintaan. Rendahnya permintaan masyarakat mengakibatkan dunia usaha mengurangi penggunaan tenaga kerja, karena mereka tidak mau memproduksi barang dan jasa yang tidak bisa diserap oleh masyarakat yang penghasilannya tergerus krisis. Akibatnya terjadi pemangkasan jumlah jam kerja dan peningkatan pengangguran pun tidak terhindarkan.

Krugman banyak mengkritik kebijakan pemerintah AS yang cenderung melakukan pengetatan (‘austerity’) di saat perekonomian mengalami krisis. Meskipun dana talangan yang digelontorkan pemerintahan Bush melalui “Program Penghapusan Aset Bermasalah” (Troubled Asset Relief Program atau TARP) yang akhirnya disetujui Kongres sebesar 700 miliar dollar AS membuat modal bank kembali meningkat, namun menurut Krugman hal itu tidak cukup. Program tersebut hanya berhasil mengembalikan fungsi sistem keuangan, tetapi tidak membantu mengurangi angka pengangguran dan kegiatan ekonomi riil secara keseluruhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun