Saya semakin bersyukur atas gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Setelah menyimak bagaimana panitia lokal AFF maupun PSSI sendiri dalam mengelola tiket semifinal ke-2 kemarin antara Indonesia vs Filipina, maka saya semakin yakin bahwa Indonesia, terkhusus PSSI masih belum mampu dalam mengelola suatu event besar macam Piala Dunia.
Sewaktu pengkampanyean Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia, saya kalau boleh digolongkan maka masuk dalam kategori masyarakat yang tidak setuju pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Kalau memang itu dipandang sebagai warga negara yang bodoh, maka saya akan dengan senang hati menerimanya.
Saya lebih senang Indonesia masuk ke putaran final Piala Dunia bukan karena sebagai penyelenggara, tetapi memang karena kita mampu bersaing dimulai dari penyisihan tingkat benua Asia. Alasan itu saya pilih karena akan menunjukkan banyak hal, mulai dari kualitas pemain yang tak kalah bersaing dan terlebih lagi kualitas kompetisi domestik yang juga tak kalah dengan negara-negara Asia lainnya yang sudah maju, bahkan kalau perlu dengan negara-negara Eropa lainnya.
Tapi kalau mau jujur menilai, maka Indonesia masih jauh dari hal-hal di atas. Pemain secara kualitas masih jauh di bawah, dan apalagi dengan kompetisi dometik yang amburadul penyelenggaraannya. Entah apa yang menginsipirasi Nurdin Halid dkk. untuk mengajukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia. Suatu mimpi yang benar-benar mimpi.
Kompetisi saja amburadul jadualnya, amburadul kerusuhannya, amburadul pengamanannya, amburadul supporternya, amburadul tiketnya, amburadul peraturannya, dan sederet kemaburadulan lainnya. Dan Sabtu, 18 Desember, kemarin membuktikan bahwa untuk mengelola ajang “kecil” yaitu skup Asia Tenggara saja, PSSI masih tak becus. Apalagi mengelola ajang sebesar Piala Dunia, dimana segenap teknologi mutakhir akan dipakai.
Akhir kata, buat Pak Nurdin dkk. kiranya bisa bercermin dan sadar diri akan kemampuan PSSI sekarang ini. Bermimpi yang besar memang dibutuhkan, tapi alangkah baiknya jika Pak Nurdin dkk. bisa bermimpi yang kecil saja dulu, yaitu benahi penyelenggaraan Liga Super Indonesia (LSI). Apa Pak Nurdin dkk. merasa penyelenggaraan LSI sudah wahid belakangan ini? Kalau betul sudah wahid abisss...lalu kenapa muncul Liga Premier Indonesia?
Salam tanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H