Tapi entah kenapa aspek teknis diabaikan dan pemerintah lebih tertarik menggunakan alasan finansial/ekonomi sebagai alasan mendasar peralihan dari BBM bersubsidi ke BBM non-subsidi.
Â
Tidak ada dana lagi untuk mensubsidi BBM! Lebih baik dana subsidi dialokasikan ke pos-pos lain yang lebih membutuhkan atau kalau slogan yang dulu-dulu waktu kampanye dan pemeran iklannya adalah para menteri: subsidi orangnya bukan barangnya!
Â
Dengan menggunakan alasan tersebut, maka pemerintah seharusnya dengan jelas dapat menjelaskan jenis-jenis biaya, baik yang dibutuhkan atau yang akan dikeluarkan dalam isu BBM ini. Sejauh ini pemerintah selalu menghindar jika ditanya perihal biaya produksi BBM terkhusus premium per liternya. Untuk BBM jenis pertamax dan pertamax plus, maka kita bisa menghitung/memprediksi dari sumber-sumber di luar negeri karena harga pertamax dan pertamax plus mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Tapi premium dengan nilai oktan rendah? Pemerintah selalu kabur jika ditanya pertanyaan tersebut. Jelas seharusnya lebih rendah dari pertamax dan pertamax plus yang notabene dalam proses produksinya lebih panjang/rumit dibandingkan memproduksi premium.
Â
Apakah pemerintah ‘terpeleset’ ketika menggunakan alasan finansial/ekonomi ini? Kita simak saja perkembangannya kedepan, terutama dalam rapat kerja dengan DPR minggu ini.
Â
...bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H