Mohon tunggu...
joki marpaung
joki marpaung Mohon Tunggu... karyawan swasta -

...senang mengamat-amati, kemudian direnungkan, kemudian ditulis...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mari Berkendaraan yang Baik

13 Desember 2010   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:46 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12922274381087745962

Jikalau pemilikan harta yang lumayan banyak alias orang tajir diidentikkan dengan kepemilikan pendidikan yang tinggi juga, maka hal tersebut adalah suatu hal yang sangat wajar dan masuk akal. Karena tak bisa dipungkiri bahwa biaya pendidikan sekarang ini tergolong mahal sekali. Untuk taraf dalam negeri saja, maka biaya kuliah lumayan tinggi, apalagi yang di luar negeri yang biasanya memiliki kualitas yang lebih baik dari pada Indonesia, kecuali mendapatkan beasiswa ;).

 

Jadi tak bisa dipungkiri generalisasi umum bahwa yang memiliki kendaraan pribadi yang tergolong mahal maka biasanya juga diiringi oleh kepemilikan tingkat pendidikan yang cukup lumayan jugalah kalau bisa dibilang, minimal sedang atau sudah mengecap bangku kuliahan (S1).

 

Tapi apa mau dikata, ternyata kepemilikan harta dan tingkat pendidikan yang tinggi umumnya bisa berbanding lurus, maka hal yang sebaliknya terjadi antara kepemilikan pendidikan yang tinggi dengan cara berlalu lintas di jalanan (ibukota). Dimana seharusnya mereka yang terdidik tahu cara membaca rambu-rambu lalu-lintas, ternyata tidak bisa diharapkan juga.

 

Kesemrawutan juga dilakoni oleh mobil-mobil yang tergolong mahal. Mereka tetap saja tidak memperdulikan rambu-rambu yang jelas terpampang. Dilarang belok, mereka justru belok. Dilarang masuk lajur busway, mereka masuk juga. Ada polisi di ujung lajur busway, langsung pembatas lajur busway ditabrak saja, dll. Kalau kata teman, mobil boleh mahal, tapi mental angkot juga :p.

 

Mungkin anda akan berpikir, “Lah, itu kan bisa saja supirnya yang nyetir!”. Iya memang bisa saja, dan pasti akan maklum kalau supir yang biasanya tidak tinggi pendidikannya melakukan hal tersebut. Tapi apa masa iya, yang punya kalau terdidik dan beradab tidak menegur supirnya itu? Kecuali sang pemilik mobil mentalnya sama kayak supirnya walau pendidikan mereka beda jomplang abis.

 

Yang ingin saya katakan adalah, mari kita sesama pengguna jalanan ibukota, mari kita bolehlah sedikit beradab. Bagus kalau bisa total beradabnya. Kita yang sudah terdidik dengan baik, mari kita tunjukkan keberadaban kita sebagai orang yang sudah well-educated, supaya kedepannya makin banyak contoh-contoh baik dalam berlalu-lintas di ibukota. Fauzi Bowo memang memiliki tanggung jawab dalam kerunyaman jalan ibukota, begitu juga kita selaku pemakainya setiap hari.

 

Biarlah angkot-angkot (masih) membabi-buta dalam mengendarai kendaraannya. Tetapi kita sebagai orang-orang yang berpendidikan, marilah kita beradab (civilized) sedikit dalam berlalu-lintas di ibukota. Jangan mobil keren tapi mental kere.

 

Salam tertib berlalu-lintas.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun