Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Dosen Bahasa Indonesia di Beijing

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pemilihan Lurah Margomuljo

29 Januari 2020   20:23 Diperbarui: 2 Februari 2020   19:55 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panggung kesenian beserta gamelan perunggu lengkap disewa, juga para penabuh, penari, pemain ketoprak, dan dalang wayang kulit kondang dari Surakarta didatangkan. Pesta pertunjukan kesenian yang dimulai dari sore hingga pagi hari penuh sesak dihadiri oleh warga Margomuljo dan sekitarnya. 

Parkir yang disediakan sampai memanjang sepanjang jalan masuk desa. Tidak cukup tempat parkir, beberapa sawah nekat dijadikan tempat parkir sementara, merusak tanaman berumur tiga minggu. 

Para penjual makanan yang datang membangun lapaknya di pinggir sawah. Seringkali membuang sampah-sampahnya di persawahan warga. Sesaat sebelum pertunjukan wayang kulit dimulai pak Yanto memberikan janji-janji jika terpilih sebagai lurah.

"Bulan depan sudah tinggal beberapa hari lagi. Jangan lupa jika ingin kesenian Margomuljo lestari dan memakmurkan warga, pilih kumis Yanto !", tepuk tangan disertai tetabuhan gamelan menggema.

Pidato pak Yanto sangat singkat dan gending pembuka dimainkan, tanda wayang kulit semalam suntuk oleh Ki Mrono Mrene dimulai. Dengan lakon yang menyimbolkan tentang kewajiban seorang pemimpin, terkadang dalang menyelipkan pesan-pesan untuk mengajak warga memilih pak Yanto.

Beberapa hari sebelum pencoblosan lurah, pak Jono berusaha mendapatkan suara dengan lebih intensif. Keduanya menyiapkan serangan fajar dan senja. Serangan senja mungkin masih asing, namun dianjurkan oleh para timsesnya bahwa strategi itu sangat manjur. Beragam kebutuhan pokok seperti beras, minyak, gula dan mi instan disiapkan, juga amplop-amplop yang diisi uang bergambang Soekarno dan Hatta. 

Setelah waktu maghrib para timses mulai melancarkan serangan senja, mengetuk pintu setiap rumah memberikan sembako yang sudah terbungkus kardus rapi, dilampirkan dengan kertas petunjuk memilih, coblos peci pak Jono !. Pagi harinya timses pak Jono kembali melalukan serangan, serangan fajar setelah waktu subuh, kembali mengetuk pintu rumah-rumah warga memberikan pesan lewat amplop.

Pagi hari menjelang pemilihan, beberapa warga menagih amplop kepada pak Yanto. Mendengar per kepala keluarga mendapat selembar Soekarno Hatta, pak Yanto kaget dan merasa ketinggalan langkah, kalah strategi. Warga yang menagih kurang puas kepada pak Yanto.

"Biasanya kalau di kantor kelurahan ngurus surat harus bayar, mosok mau dipilih ora ono amplope," gerutu simbok-simbok berdaster.

Mendengar keluhan itu, pak Yanto hanya pasrah. Menunggu sampai waktu pemilihan selesai sore harinya, petugas pemungut suara menghitung hasil pemilihan. Banyak warga yang jadi saksi penghitungan. Para timses berteriak, bersorak hore setiap nama calon yang dicoblos dibacakan. Suara demi suara dibacakan keras-keras, disambut sahutan pengikutnya. 

Kedua calon panas dingin menyimak setiap rekap suara dihitung. Pak Jono sudah mejual  4 petak sawah miliknya, ternak, dan meminjam sejumlah uang ke koperasi desa. Sementara pak Yanto sudah menjual 3 petak sawah dan meminjam uang saudaranya yang janji diangsur begitu masa panen padi tiba, tiga bulan sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun