Mohon tunggu...
GUS EKO
GUS EKO Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas berbagai kebijakan publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pantang Mundur Pabrik Setrum Melawan Ubur-Ubur

29 April 2020   23:22 Diperbarui: 29 April 2020   23:43 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama latinnya Chrysaora Colorata, itulah ubur-ubur. sejenis binatang tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Cnidaria. Orang Inggris menyebutnya 'the purple-striped jelly, a species of jellyfish'.

Ini hewan istimewa. Di pantai mereka tampak lemas, tak berbentuk, dan melepuh di bawah sinar mentari. Gerakan mereka tidak seanggun kura-kura, atau paus bungkuk. Tapi begitu bertemu di dalam air, binatang yang rata-rata berdiameter 2 sampai 40 centimeter itu -pada spesies perkecualian tertentu bisa mencapai 1 hingga 2 meter- kerap menyengat kulit kita.  

Jangan main-main. Dialah hewan purba ciptaan Tuhan yang luar biasa. Ubur-ubur termasuk makhluk hidup dengan jumlah paling banyak di laut. Bayangkan, ada sekitar 38 juta ton ubur-ubur di kawasan epipelagik saja (kedalaman 0-200 meter). Selain itu, mereka terdapat di semua lautan dan menempati sebagian besar habitat laut termasuk laut dalam.

Rahasia mengapa ubur-ubur terdapat di mana-mana adalah tubuhnya. Tubuh yang terbuat dari agar-agar adalah strategi yang berhasil. Tubuh bergelatin itu telah mengalami evolusi tiga kali secara independen, dan telah ada selama paling tidak 500 tahun.

Dahsyatnya, ubur-ubur bertahan hidup melewati lima peristiwa kepunahan massal di Bumi, yang memusnahkan 99 persen kehidupan. Harap dicatat, dinosaurus dan segala kawanannya punah pada peristiwa kepunahan bumi kelima yang terjadi pada 65 juta tahun silam, itulah kepunahan 'Zaman Kapur Akhir' atau lebih populer dengan sebutan Cretaceous-Tertiary Exctinction.

Tak bisa dimungkiri, serangan ubur-ubur dapat menimbulkan dampak ekologi dan ekonomi luar biasa. Ledakan massal ubur-ubur bisa membanjiri peternakan ikan, menghambat pipa pendingin pembangkit listrik, merusak jaring ikan dan menghancurkan bisnis wisata.

Kisah terbaru ada di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Probolinggo, di awal Ramadhan ini. PLTU Paiton 1 dan 2 yang dikelola oleh anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) kembali mendapat kunjungan ribuan ubur- ubur.

Ini bukan serbuan pertama mereka. 'Invasi' sebelumnya dilakukan pasukan ubur-ubur pada 2016. Kali ini, pertahanan sudah disiapkan. Tujuannya jelas: harus ada langkah penanganan untuk menjaga keberlangsungan penyediaan listrik di pembangkit yang memiliki daya terpasang 800 megawatt (MW) tidak terganggu.

"Ribuan ubur-ubur itu bergerak secara massif dari arah barat dan terlihat di sekitar bawah conveyor (alat pemindah) batubara pada pukul tiga subuh," kata General Manager PJB Unit Pembangkitan (UP) Paiton 1 dan 2, Mustofa Abdillah bersaksi.

Berkaca pada pengalaman empat tahun silam, kali ini PLTU Paiton lebih siap.

"Alhamdulillah metode-metode yang telah kami lakukan terbukti berhasil. Kondisi per hari Selasa, 28 April ubur- ubur masih terlihat banyak di sekitar canal intake, namun bisa kami kendalikan," terang Mustofa.

PJB memastikan menggunakan metode kehati-hatian dan ramah lingkungan untuk menjaga biota laut ini tidak masuk ke dalam mesin pembangkit dan tetap terjaga kelestariannya. Ubur-ubur dikendalikan dengan tiga lapis pengaman berupa jaring-jaring.

Mengajak Nelayan Sekitar

Selain itu, PJB menggandeng nelayan di sekitar unit pembangkit untuk melakukan penanganan kunjungan ubur-ubur ini. Dengan menggunakan tujuh perahu nelayan, ubur-ubur dijaring menggunakan jala nelayan lalu digiring dan dilepas di tengah laut dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan dan tidak membunuh ubur-ubur. Sungguh kerjasama yang luar biasa melawan aneksasi 'makhluk asing'.

Sebanyak 15 personil yang dibantu oleh nelayan sekitar bersiaga selama 24 jam dengan sistem shift untuk menjaring ubur-ubur.

"Personil ditempatkan di titik penempatan jaring untuk menghalau potensi masuknya ubur-ubur ke area unit pembangkit Paiton," terang Mustofa.

Direktur Utama PT PJB, Iwan Agung Firstantara menegaskan pihaknya tetap berkomitmen untuk menjaga keandalan pasokan listrik, khususnya di Sistem Kelistrikan Jawa Bali.

"Kejadian ini bukan hal yang mudah bagi kami, karena serangan ubur-ubur ini terjadi pada saat pandemi Covid 19 dan di tengah bulan Ramadan, namun sebagai lini terdepan kelistrikan kami berkomitmen untuk mengatasi kejadian ini dengan sepenuh hati," pungkas Iwan.

Jadi, jika Anda merasakan pasokan listrik se-Jawa Bali aman-aman saja dipasok dari PLTU Paiton, pembangkit terbesar di Asia Tenggara yang usianya lebih dari seperempat abad itu, sesungguhnya ada perang besar yang tak kita lihat: perang besar antara pabrik setrum melawan ubur-ubur!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun