Premis mayor: Belanda menjajah wilayah yang sekarang disebut Indonesia.
Premis minor: Para pejuang melawan penjajahan Belanda di wilayah tersebut.
Kesimpulan: Para pejuang melawan Belanda demi Indonesia.
Jika kita melihat kesimpulan ini, ada cacat logis yang disebut "kesalahan dalam penggunaan istilah" (fallacy of equivocation). Kata "Indonesia" dalam premis mayor dan kesimpulan digunakan secara ambigu, yaitu sebagai wilayah geografis yang belum memiliki identitas politik yang jelas pada waktu itu. Karena "Indonesia" belum menjadi negara hingga 1945, maka kesimpulan bahwa pejuang sebelum tahun tersebut berjuang untuk Indonesia tidak sesuai dengan fakta historis.
Prinsip Tawhid al-Qadhaya (Penyatuan Premis)
Ilmu mantiq juga mengajarkan tentang pentingnya konsistensi dalam penggunaan premis. Dalam hal ini, premis mengenai "Indonesia" harus digunakan secara konsisten, baik dalam konteks wilayah geografis (Nusantara) maupun entitas politik (negara Indonesia). Jika kita konsisten dalam membedakan antara Nusantara sebagai wilayah geografis dan Indonesia sebagai negara, maka argumen sejarah menjadi lebih masuk akal:
Premis mayor: Belanda menjajah wilayah Nusantara.
Premis minor: Para pejuang melawan penjajahan di Nusantara.
Kesimpulan: Para pejuang melawan Belanda demi kerajaan atau wilayah mereka, bukan demi Indonesia.
Kesimpulan ini sahih dalam kerangka mantiq, karena tidak ada ambiguitas istilah. Para pahlawan berjuang demi kedaulatan kerajaan atau wilayah mereka, bukan demi entitas yang belum ada.
Kesimpulan